Jumat, 19 April 2024

Wakil Ketua MPR: Pancasila Mengandung Terminologi Alquran, Sunah, dan Bahasa Arab

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan

Hidayat Nur Wahid Wakil Ketua MPR RI menilai kontribusi tokoh-tokoh Agama Islam dalam penyusunan dasar dan ideologi negara tidak bisa dipandang sebelah mata.

Mereka mampu bekerja sama, bertukar pikiran, serta bermufakat dengan tokoh agama lain juga dengan kelompok nasionalis, sehingga berhasil merumuskan serta menyepakati Pancasila.

Salah satu bukti keterlibatan tokoh-tokoh Agama Islam dalam penyusunan dasar dan ideologi Pancasila antara lain pengunaan terminologi Alquran, hadist, serta bahasa Arab.

Ketuhanan yang Maha Esa adalah ajaran Tauhid. Kata adil dan beradab pada sila kedua diambil dari terminologi Alquran dan As-sunah.

Juga kerakyatan dan perwakilan pada sila keempat serta kelima yang merupakan istilah dalam bahasa Arab.

“Penggunaan kata-kata itu tidak mungkin dilakukan oleh orang awam. Bahkan, istilah itu memperlihatkan pengusulnya memiliki pengetahuan dan wawasan yang sangat kuat terhadap Alquran, Hadist, dan bahasa Arab. Itu hanya mungkin dilakukan para ulama dan tokoh Agama Islam,” ujarnya.

Dia sampaikan itu secara daring dalam kegiatan sosialisasi Empat Pilar di hadapan pengurus dan simpatisan PKS Provinsi Jambi, di aula kantor DPW PKS Provinsi Jambi, Sabtu (30/10/2021).

Ikut hadir di acara itu, Ahmad Syaikhu Anggota MPR RI Fraksi PKS , Ketua BPW Sumbagsel, Dr. Ir.H.Ahmad Junaidi Auli, MM, Ketua MPW PKS Jambi, H. Syafrudin Dwi Apriyanto, S.Pd, Ketua DSW PKS Jambi, H.Muh. Jayadi,S.Pt, Ketua DPW PKS Jambi, Heru Kustanto, Ketua DPD, DPC dan Dpra PKS se-Provinsi Jambi.

Melihat rentetan fakta sejarah, kata HNW, para ulama memberikan sumbangsih baik di BPUPK, Panitia Sembilan mau pun PPKI terhadap bangsa dan negara Indonesia.

Karena itu, kata dia, sudah semestinya umat Islam selalu berada di garda terdepan dalam upaya-upaya mempertahankan dan melaksanakan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.

“Bukan malah mengafirkan atau membidahkan Pancasila dan UUD NRI 1945. Karena, tidak semua yang tidak ada di zaman Nabi bisa dikategorikan bidah,” ujarnya.

“Ini adalah urusan muamalah, bukan aqidah mau pun ibadah. Jadi, tidak bisa dikatakan bidah. Apalagi sesuatu yang belum ada di zaman Nabi, tidak serta merta masuk kategori bidah. Televisi dan internet misalnya, tidak ada di zaman Nabi, diciptakan orang barat, itupun tidak bisa dibidahkan,” ujarnya.

Indonesia, menurut Hidayat, bukan negara yang berdasar Agama. Tapi, Indonesia juga bukan negara yang mendasarkan dirinya pada komunis maupun ateis.

Hal itu, dia tegaskan, sebagimana termuat di Sila Pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sila pertama Pancasila itu diterjemahkan oleh Ki Bagus Hadikusumo sebagai ketauhidan, atau pengakuan terhadap keberadaan Tuhan Yang Maha Esa.

Sementara itu, Ahmad Syaikhu Anggota MPR RI Fraksi PKS menegaskan, sosialisasi Empat pilar tetap penting dilaksanakan. Meskipun kadang ada pengulangan dalam pelaksanaannya.

Sebab, kata dia, untuk membangun peradaban dibutuhkan estafet. Empat pilar yang terdiri dari Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika diharapkan bisa jadi pemandu bagi penerus bangsa mencapai cita-citanya.

“Para pendiri bangsa butuh waktu lama dengan proses yang rumit untuk menghasilkan Pancasila. Setelah proses sulit itu selesai, ditandai dengan kesepahaman, itulah bukti kebesaran jiwa para pendiri bangsa. Kita sebagai generasi penerus wajib mempertahankan dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari,” kata Ahmad.(rid/den)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 19 April 2024
26o
Kurs