Bambang Soesatyo Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI menyarankan supaya penyelenggaraan Pemilu 2024 dikaji ulang.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan, ada sejumlah potensi yang perlu diwaspadai beberapa tahun mendatang, seperti ledakan kasus Covid-19 hingga ancaman krisis ekonomi global.
Ray Rangkuti Direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia menilai argumen penundaan Pemilu 2024 sudah sering dilontarkan politikus dan relawan pendukung Joko Widodo.
“Semua argumen-argumen itu sudah terbantahkan, logika-logika mereka, termasuk soal biaya itu tidak ada yang baru,” ujarnya di Jakarta, Jumat (9/12/2022).
Menurutnya, Bamsoet sepatutnya meneladani Airlangga Hartarto Ketua Umum Golkar yang optimistis kondisi ekonomi nasional baik-baik saja tahun depan.
“Padahal Airlangga Hartarto yakin Indonesia bukan hanya mampu menghadapi tapi mampu tumbuh tahun 2023. Itu Ketum Golkar dan pemimpinnya Pak Bamsoet yang bilang,” jelasnya.
Dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu melanjutkan, asumsi keterpurukan kondisi ekonomi yang menjadi landasan pertimbangan penundaan Pemilu 2024 terbantahkan.
“Apa yang menjadi asumsi pendukung penundaan Pemilu tidak ditemukan sampai sekarang, misalnya soal kondisi ekonomi. Pemerintah menyatakan kondisi ekonomi baik. Walau ada ancaman krisis, tapi Pemerintah justru selalu optimistis,” ungkapnya.
Maka dari itu, Ray Rangkuti menegaskan alasan ekonomi sudah tidak relevan sebagai argumen dasar untuk menunda Pemilu 2024.
“Jadi, alasan-alasan ekonomi, keterpurukan, dan macam-macam itu saya kira sudah jelas tidak bisa dijadikan patokan dan dasar,” tegasnya.
Ray menilai ungkapan itu bisa jadi menyiratkan perasaan takut kalah dan ketidaksiapan menghadapi kontestasi 2024. Bahkan, dia menyarankan pihak yang menginginkan penundaan Pemilu 2024 mundur dari gelanggang.
“Sejak dulu saya sarankan mereka yang tidak siap ikut Pemilu 2024 sebaiknya mundur saja, tidak usah ikut. Biar yang siap saja yang jalan. Karena, asumsi-asumsi yang mereka bangun itu bukan kita yang bantah, tapi mereka sendiri,” pungkasnya.
Sementara itu, Ari Nurcahyo Direktur Eksekutif PARA Syndicate mengatakan, sudah saatnya elite politik berhenti menyampaikan wacana penundaan pemilu, dan mulai berkonsolidasi jelang 2024.
“Harusnya para elite politik menjadi contoh bagi masyarakat, bukan menggiring ke wacana yang tidak produktif. Harus fokus pergantian kepemimpinan nasional pada Pemilu 2024. Konsolidasi elite dan parpol bisa menjadi inspirasi untuk masyarakat tidak ikut dalam wacana yang tidak produktif,” ucapnya.
Isu penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden, sambung Ari, sudah pernah ada dan harusnya tidak perlu muncul lagi karena proses sudah berjalan.
“Memang ada kelompok yang tidak siap Ikut Pemilu 2024 dengan alasan elektoral, krisis, termasuk adanya potensi pembelahan itu jadi alasan. Harusnya satu suara, sudah berjalan, at all cost Pemilu harus berjalan. Mengenai ekses dan antisipasi seperti apa, itu bisa disiapkan,” jelasnya.
Menurut dia, suksesnya gelaran Pemilu ditentukan oleh elite parpol. Kalau para elite sudah duduk bersama, terkonsolidasi, maka bisa menjaga gelaran pemilu berjalan kondusif.
“Sebetulnya kan bisa dikondisikan antar elite politik, siapa capres dan cawapresnya, dan konfigurasi parpol mengarah ke mana untuk 2024,” sebutnya.
Dengan adanya pernyataan soal wacana penundaan pemilu yang disampaikan Bambang Soesatyo, Ari mendorong Partai Golkar melakukan konsolidasi internal.(rid)