Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mulai mengharmonisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
Dalam pembahasan awal, Habib Syarief Muhammad Al-Aydrus Anggota Baleg dari Fraksi PKB mengusulkan agar Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) ke depan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Habib Syarief menjelaskan, revisi aturan ini muncul sebagai respons atas sejumlah persoalan yang dianggap mendesak untuk dibenahi. Salah satu masalah utama adalah semakin lebarnya selisih antara Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayar jemaah.
“Dalam kajian kami, BPIH mengalami kenaikan signifikan. Pada 2022, kenaikannya mencapai 41,3% dibandingkan tahun 2019. Di sisi lain, peningkatan setoran lunas jemaah tidak sebanding. Akibatnya nilai manfaat yang digunakan untuk menutup selisih terus naik, dan tahun 2022 mencapai titik tertinggi 59%,” ungkapnya, Kamis (11/12/2025).
Menurutnya, bila kondisi tersebut tidak dibarengi regulasi yang adaptif, dana haji yang berfungsi sebagai dana abadi umat bisa tergerus. Bahkan, penggunaan nilai manfaat tanpa izin eksplisit dari jemaah tunggu berpotensi menjadi pelanggaran serius terhadap hak mereka.
Habib Syarief menilai revisi UU ini penting untuk memperkuat tata kelola dan meningkatkan produktivitas investasi dana haji yang nilainya mencapai triliunan rupiah. Ia menekankan bahwa pengelolaan dana harus menghasilkan nilai manfaat secara berkelanjutan.
Ia juga menyoroti aturan yang mewajibkan seluruh anggota dewan pengawas menyetujui penempatan atau investasi dana. Dalam praktiknya, proses itu sering memakan waktu panjang karena perbedaan pandangan.
Karena itu, ia mengusulkan mekanisme persetujuan minimal, misalnya 50%+1, agar keputusan investasi dapat diambil lebih cepat namun tetap memprioritaskan prinsip kehati-hatian.
Dari sisi manajemen risiko, RUU revisi tersebut juga mendorong penguatan perlindungan dana haji, termasuk pembentukan cadangan modal untuk mengantisipasi potensi kerugian dari keputusan bisnis maupun risiko lain seperti kredit, pasar, likuiditas, imbal hasil, operasional, hingga hukum.
Selain itu, kewenangan BPKH juga diusulkan untuk diperluas. Saat ini, kewenangannya dinilai masih terbatas pada penempatan dan investasi, padahal menurut Habib Syarief, BPKH seharusnya berperan lebih besar dalam penentuan penerimaan dan pengeluaran keuangan haji secara keseluruhan.
Ia juga menilai perlu ada pelurusan garis akuntabilitas BPKH. Selama ini, BPKH bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri, padahal menurutnya, fungsi keuangan haji berbeda dengan penyelenggaraan haji yang menjadi domain kementerian.
“BPKH sebaiknya langsung bertanggung jawab kepada Presiden. Dengan begitu, posisi BPKH sebagai lembaga pengelola keuangan menjadi lebih independen, profesional, dan akuntabel, serta terhindar dari tumpang tindih kewenangan,” jelas legislator asal Jawa Barat I itu.
Ia berharap pembahasan RUU ini dapat menghasilkan landasan hukum yang lebih kuat, adaptif, dan mampu menjamin keberlanjutan dana haji dalam jangka panjang.(faz/ham)
NOW ON AIR SSFM 100
