Jumat, 27 Juni 2025

BRAINS Demokrat: Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal Perlu Diantisipasi dengan Peta Jalan Politik Matang

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Ahmad Khoirul Umam, Kepala BRAINS DPP Partai Demokrat. Foto: Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal menuai sorotan dari Badan Riset dan Inovasi Strategis (BRAINS) Partai Demokrat.

BRAINS menilai keputusan ini membawa sejumlah keuntungan, namun juga tak lepas dari tantangan serius bagi sistem demokrasi Indonesia.

Ahmad Khoirul Umam, Kepala BRAINS DPP Partai Demokrat, menyebut pemisahan tersebut bisa meningkatkan fokus masyarakat pada isu-isu lokal saat memilih kepala daerah dan anggota legislatif di daerah.

“Selama ini isu lokal sering tertutup oleh hiruk-pikuk Pilpres. Dengan pemisahan, publik bisa lebih fokus mengevaluasi calon kepala daerah dan legislatif lokal berdasarkan kebutuhan nyata masyarakat,” ujar Umam kepada suarasurabaya.net, Jumat (27/6/2025).

Ia juga menilai, kompleksitas teknis Pemilu yang selama ini memunculkan lima surat suara dalam satu waktu seperti pada Pemilu 2019 dan 2024 dapat diminimalkan.

Hal ini, kata Umam, bisa menekan kelelahan pemilih maupun petugas, serta memudahkan pengawasan dan mengurangi potensi praktik politik uang.

Tak hanya itu, BRAINS menilai pemisahan rezim pemilu bisa mendorong kaderisasi partai yang lebih sistematis. Strategi rekrutmen dan pengembangan kader bisa dirancang lebih spesifik, sesuai kebutuhan lokal maupun nasional.

Namun di sisi lain, Umam mengingatkan bahwa kebijakan ini juga menyimpan tantangan serius. Salah satunya, terjadinya fragmentasi siklus politik antara pusat dan daerah.

“Selama ini Caleg nasional dan lokal saling menopang membangun basis suara. Kalau dipisah, kerja politik Caleg pusat bisa jadi lebih berat, karena kehilangan dukungan mesin politik lokal yang sudah tertanam,” jelasnya.

Selain itu, BRAINS juga menyoroti potensi ketidaksinkronan antara pelantikan pejabat nasional dan daerah, yang dapat menyulitkan koordinasi kebijakan lintas sektor.

Umam menekankan pentingnya kebijakan transisi yang mampu menjaga kohesi sistem pemerintahan nasional.

“Kita harus memastikan jangan sampai kebijakan ini malah memperlebar jarak koordinasi antara pusat dan daerah. Risikonya bisa mengarah ke model federalisme de facto, yang tidak sesuai dengan semangat sistem presidensial kita,” tambahnya.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa putusan seperti ini semestinya menjadi ranah open legal policy, yang seharusnya menjadi domain para pembuat kebijakan di parlemen dan pemerintah.

“Partai politik di DPR sebagai pelaku utama demokrasi seharusnya diberi ruang lebih besar untuk menentukan desain sistem politik yang terbaik. Kita butuh peta jalan yang matang agar regulasi strategis seperti ini tidak berubah-ubah, apalagi menjelang masa krusial politik,” tegas Umam.

BRAINS Demokrat pun mendorong pemerintah dan parlemen untuk segera menyusun langkah konkret dalam mengantisipasi dampak putusan ini, demi menjaga stabilitas demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang solid ke depan.(faz/ipg)

Berita Terkait


Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Jumat, 27 Juni 2025
28o
Kurs