
Hasto Kristiyanto Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan melontarkan kritik keras terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan pleidoi dalam sidang dugaan suap dan perintangan penyidikan yang melibatkan buronan Harun Masiku.
Sidang tersebut digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis, 10 Juli 2025.
Dalam pembelaannya, Hasto mempertanyakan sikap KPK yang dinilai lamban dalam menangkap Harun Masiku.
Ia mengungkapkan bahwa Arief Budi Rahardjo seorang penyidik KPK yang hadir sebagai saksi di persidangan sebelumnya telah menyatakan bahwa posisi Harun sebenarnya sudah diketahui.
“Arief Budi Rahardjo menyatakan bahwa koordinat Harun Masiku sudah diketahui KPK. Pertanyaannya, kenapa tidak ditangkap?” ujar Hasto di hadapan majelis hakim.
Hasto menilai pernyataan tersebut menjadi bukti bahwa tidak ditangkapnya Harun bukan karena dirinya menghalangi proses penyidikan.
Ia juga menyebut bahwa tidak ditemukan ponsel yang memuat percakapan soal Harun tidak bisa dijadikan alasan menyalahkan dirinya atas kegagalan penangkapan itu.
“Yang menyebabkan Harun Masiku tidak ditangkap bukan karena saya menghalangi, atau karena HP-nya tidak ditemukan. Masalahnya adalah KPK sendiri tidak melakukan penangkapan, padahal sudah tahu lokasinya,” tegasnya.
Tak hanya itu, Hasto juga menyampaikan adanya dugaan rekayasa dalam proses hukum yang dijalani. Ia menyebut penyidik KPK telah membelokkan fakta untuk membangun narasi bahwa dirinya terlibat dalam aliran dana suap.
Menurut Hasto, rekayasa pertama berkaitan dengan penggabungan antara dana suap dan dana kegiatan penghijauan. Ia menyatakan bahwa dana Rp400 juta yang disebut-sebut terkait suap berasal dari interpretasi keliru atas dana penghijauan Rp600 juta yang seolah-olah dipotong Rp200 juta.
Ia menegaskan bahwa berdasarkan keterangan Saeful Bahri dan dirinya sendiri, dana untuk penghijauan tidak ada hubungannya dengan kasus suap Harun Masiku.
“Padahal kegiatan penghijauan itu tidak berkaitan dengan kasus suap. Tapi seolah-olah dikaitkan hanya karena ada pesan WA yang berbunyi ‘tadi ada 600, yang 200 untuk dp penghijauan’,” kata Hasto.
Rekayasa kedua, lanjut Hasto, berkaitan dengan keterangan dalam BAP milik Saeful Bahri. Ia menyebut ada kalimat yang disisipkan oleh penyidik yang menyatakan bahwa dana suap berasal darinya.
“Kalimat ‘yang bersumber dari Hasto Kristiyanto’ itu tidak ada di dua putusan pengadilan tahun 2020. Itu bukan fakta, tapi hasil penggiringan oleh penyidik saat memeriksa Saeful Bahri,” ujarnya.
Atas dasar itu, Hasto meminta majelis hakim untuk membatalkan dakwaan dan tuntutan jaksa terhadap dirinya. Ia menegaskan bahwa dakwaan tersebut tidak sah karena dibangun atas dasar rekayasa.
Sebelumnya, jaksa KPK menuntut Hasto dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta, subsider 6 bulan kurungan. Jaksa meyakini bahwa Hasto terlibat dalam pendanaan suap untuk Wahyu Setiawan mantan Komisioner KPU, serta menghalangi proses penyidikan dengan cara mengarahkan Harun Masiku untuk menyembunyikan bukti dan berpindah lokasi.
Namun dalam pleidoinya, Hasto membantah semua tuduhan dan meminta agar hakim mengedepankan fakta persidangan serta tidak terpengaruh oleh narasi yang menurutnya sarat rekayasa.(faz/ham)