
Profesi ojek online (ojol) telah hadir selama satu dekade di Indonesia. Tapi, hingga kini belum memiliki payung hukum yang mengatur secara jelas status dan perlindungan pengemudinya.
Kondisi itu mendorong Koalisi Ojol Nasional mendesak DPR RI segera membentuk undang-undang khusus yang mengatur profesi ojol secara menyeluruh.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (23/4/2025), Andi Kristiyanto Ketua Presidium Koalisi Ojol Nasional menyampaikan keluhan dari para pengemudi ojol.
“Kami ingin menyampaikan apa yang selama ini menjadi buah penderitaan untuk kawan-kawan Ojol. Terutama soal status sebagai ojek online ini belum diakui secara de jure oleh pemerintah,” tegas Andi.
Menurut Andi, karena belum ada regulasi yang tegas, pengemudi ojol seringkali berada dalam posisi lemah dan merasa dieksploitasi oleh pihak aplikator.
“Kami tidak terlindungi karena tidak ada regulasi. Bahkan saat unjuk rasa pun, kami bingung harus menyampaikan aspirasi ke mana,” keluhnya.
Menanggapi hal tersebut, Netty Prasetiyani Ketua BAM DPR RI menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti aspirasi tersebut dengan menyampaikannya ke komisi-komisi terkait dan menggagas diskusi lanjutan dengan berbagai pemangku kepentingan.
“BAM DPR akan melanjutkan focus group discussion (FGD) bersama asosiasi ojol lainnya pada 12 Mei mendatang untuk menyusun peraturan perlindungan yang komprehensif,” kata Netty.
Dia menambahkan, pekerja ojol memang belum termasuk dalam cakupan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, yang berlaku bagi hubungan kerja formal.
Padahal, kebutuhan akan perlindungan hukum sangat mendesak, mengingat perlakuan aplikator yang kerap merugikan mitra pengemudi.
Di sisi lain, Imanuel Ebenezer (Noel) Wakil Menteri Ketenagakerjaan juga turut menyorot praktik yang dianggap manipulatif oleh perusahaan aplikator, khususnya terkait pemberian Bantuan Hari Raya (BHR) yang nilainya sangat minim.
Hampir setiap pengemudi hanya menerima BHR senilai Rp50 ribu, bahkan ada pengemudi Ojol yang sama sekali belum menerima BHR.
“Negara dibohongi, Presiden saya dibohongin, Menteri saya dibohongin, rakyat dibohongin, driver ojek online dibohongin. Dan kami akan tuntut itu,” tegas Noel di Jakarta, Rabu (2/4/2025).
Dia berjanji akan memanggil seluruh pihak aplikator untuk mempertanggungjawabkan hal tersebut.
Regulasi perlindungan bagi pekerja ojol sebelumnya pernah dirancang oleh Kementerian Ketenagakerjaan, dengan target pengundangan akhir 2024. Namun, hingga kini, kelanjutannya belum jelas.
Koalisi Ojol Nasional berharap, melalui tekanan dari parlemen dan dukungan publik, keberadaan mereka sebagai bagian penting transportasi modern bisa segera mendapat pengakuan dan perlindungan hukum yang layak.(faz/rid)