
Lembaga riset Laboratorium Indonesia 2045 (LAB 45) memberikan catatan kritis terhadap kinerja satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto Presiden dan Gibran Rakabuming Raka Wakil Presiden.
Dalam media briefing bertajuk “Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran” yang digelar di kawasan Gondangdia, Jakarta, Rabu (22/10/2025), LAB 45 menilai tahun pertama sangat krusial dalam menentukan arah pembangunan nasional ke depan.
Jaleswari Pramodhawardani Kepala LAB 45 menegaskan pentingnya evaluasi publik terhadap arah dan implementasi kebijakan pemerintahan baru tersebut.
Menurutnya, tahun pertama menjadi indikator awal apakah fondasi pembangunan yang dicanangkan cukup kuat untuk menopang program-program strategis selama masa jabatan.
“Kinerja pemerintahan satu tahun pertama ini penting. Kita bisa melihat arah kebijakannya, apakah fondasinya kuat dan seberapa jauh implementasinya menyentuh kehidupan rakyat,” ujar Jaleswari.
Ia mengapresiasi konsolidasi kekuasaan yang dianggap solid dan implementasi kebijakan yang berjalan secara masif. Namun, Jaleswari juga menekankan perlunya peningkatan partisipasi publik dalam proses perumusan hingga pelaksanaan kebijakan.
LAB 45 turut menyoroti masih banyaknya kelompok marginal yang tertinggal dalam memperoleh manfaat pembangunan. Mereka, kata Jaleswari, sering kali menjadi kelompok terakhir yang menikmati bantuan atau akses kebijakan pemerintah.
“Perhatian kami tertuju pada kelompok marjinal yang masih terpinggirkan. Ini harus menjadi perhatian utama agar tidak ada yang tertinggal,” tambahnya.
Selain itu, isu kesetaraan gender juga menjadi sorotan penting. LAB 45 mendorong pemerintah untuk menciptakan ruang publik yang lebih inklusif, aman, dan setara bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama perempuan.
Sementara itu, Diyauddin Analis Utama Maha Data LAB 45 menyoroti persoalan komunikasi publik yang dinilai masih menjadi titik lemah pemerintahan Prabowo-Gibran.
Ia menyebut sejumlah blunder pernyataan dari pejabat negara yang dinilai tidak sensitif terhadap isu-isu sosial yang berkembang.
“Paling banyak blunder terjadi dalam isu MBG, tragedi sipil 98, hingga kasus teror kepala babi. Tanggapan dari pihak istana kerap tidak menunjukkan empati,” ujar Diyauddin.
Ia mengingatkan agar Prabowo Presiden tidak terlalu sering turun langsung merespons kegaduhan yang dipicu oleh jajaran kabinetnya, karena hal itu dapat menimbulkan persepsi publik bahwa pemerintahannya tidak solid.
“Presiden seharusnya mendisiplinkan pembantunya dalam berbicara. Jika tidak, bisa muncul anggapan bahwa beliau tidak mampu mengontrol kabinetnya,” tutup Diyauddin.(faz)