Selasa, 9 Desember 2025

Mantan Direktur KPK: Biaya Politik Tinggi Jadi Sumber Utama Korupsi Ekologis

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Giri Suprapdiono Mantan Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK dalam Seminar Nasional Refleksi Hari Antikorupsi Sedunia di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Selasa (9/12/2025). Foto: Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Giri Suprapdiono Mantan Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK menegaskan bahwa maraknya korupsi ekologis yang memicu bencana alam berawal dari tingginya biaya politik.

Menurutnya, biaya besar untuk memenangkan jabatan publik memaksa pejabat terpilih mencari cashback politik melalui transaksi ilegal yang merusak lingkungan.

Hal itu disampaikan Giri dalam Seminar Nasional Refleksi Hari Antikorupsi Sedunia di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Selasa (9/12/2025). Tema seminar kali ini menyoroti keterkaitan korupsi dengan bencana ekologis yang melanda berbagai daerah.

“Biaya politik di Indonesia sangat mahal, sampai level puluhan hingga ratusan miliar bagi seorang calon kepala daerah. Dampaknya, kebijakan publik berubah menjadi orientasi pengembalian modal,” ujar Giri.

Ia menyebut pola ini yang kemudian melahirkan jual beli jabatan hingga jual beli perizinan tambang dan kehutanan dua sektor yang paling rawan mempercepat kerusakan lingkungan.

Febri Diansyah Mantan Jubir KPK yang turut hadir sebagai pembicara, menambahkan bahwa bencana banjir besar di Sumatera menggambarkan secara nyata bagaimana korupsi ekologis bekerja.

“Masyarakat yang akhirnya menanggung akibatnya. Korupsi dalam perizinan selalu berakhir pada kerusakan lingkungan,” katanya.

Giri menilai persoalan tersebut tidak bisa diselesaikan tanpa perubahan sistem. Ia mengusulkan agar negara mengambil alih pembiayaan utama partai politik, sehingga partai mampu membayar manajer dan kadernya secara profesional, tanpa bergantung pada donasi berkepentingan. Ketergantungan pada pendanaan informal, menurutnya, selalu membuka celah balas budi politik dalam bentuk proyek atau izin.

Selain itu, ia menilai gaji pejabat publik perlu disesuaikan dengan besarnya tanggung jawab, terutama bagi mereka yang mengelola anggaran triliunan rupiah. Dengan pendapatan yang layak, pejabat publik tidak lagi terdorong mencari tambahan dari praktik korup.

Giri juga menyoroti tingginya toleransi publik terhadap politik uang. Ia mengingatkan bahwa pemberi dan penerima serangan fajar sebenarnya bisa dipidana, sehingga penegakan hukum harus lebih tegas dan konsisten.

“Permisivitas masyarakat adalah masalah serius. Kita tidak bisa berharap perubahan kalau masyarakat sendiri membiarkan praktik ini,” ujarnya.

Ia menutup paparannya dengan menekankan pentingnya integritas aparat penegak hukum.

“Sistem boleh bagus, tapi kalau penegaknya korup, tidak ada artinya,” tegas Giri. (faz/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Selasa, 9 Desember 2025
26o
Kurs