Trump Gagal Capai Kesepakatan dengan Putin soal Perang Ukraina

Donald Trump Presiden Amerika Serikat (AS) gagal mencapai kesepakatan dengan Vladimir Putin Presiden Rusia dalam pertemuan antar keduanya pada, Jumat (15/8/2025) di Alaska, terkait upaya mengakhiri perang Rusia di Ukraina.

Pertemuan bersejarah yang jadi langkah paling signifikan Trump sejauh ini, tetap belum mampu menghentikan konflik yang telah memasuki tahun keempat tersebut.

“Tidak ada kesepakatan sampai semuanya benar-benar selesai,” kata Trump, setelah Putin mengklaim keduanya telah menemukan sebuah “pemahaman” terkait Ukraina dan memperingatkan Eropa agar tidak “menggagalkan kemajuan awal.”

Trump menambahkan bahwa ia akan menghubungi Volodymyr Zelenskyy Presiden Ukraina serta para pemimpin Eropa untuk memberi penjelasan terkait hasil pembicaraan tersebut.

Trump, yang sejak lama dikenal ragu mendukung penuh Ukraina dan kerap mengagumi Putin, sebelumnya berjanji akan mengakhiri perang di hari pertamanya saat kembali menjabat presiden.

Namun, tujuh bulan berselang, setelah menekan Zelenskyy di Gedung Putih dan memperlambat aliran bantuan militer ke Kyiv, Trump tetap gagal meyakinkan Putin untuk sekadar menghentikan pertempuran.

Dalam pertemuan keduanya di Pangkalan Militer Joint Base Elmendorf-Richardson, Anchorage itu, Trump menawarkan kombinasi “carrot and stick” kepada Putin, yang berarti ancaman sanksi ekonomi berat sekaligus penyambutan hangat dengan karpet merah. Meski demikian, Trump pulang tanpa hasil konkret.

Sebaliknya, Putin justru mendapat keuntungan besar berupa pengakuan internasional yang telah lama ia idamkan, sekaligus jeda dari ancaman sanksi baru Amerika Serikat. Pertemuan ini bahkan ditutup tanpa sesi tanya jawab media, tanda tidak tercapainya target Trump.

Dalam wawancara dengan Fox News setelah pertemuan, Trump menyebut bahwa “tanggung jawab berikutnya ada pada Zelenskyy untuk menyelesaikan.” Meski ia juga menyinggung adanya peran negara-negara Eropa.

Menariknya, Zelenskyy sendiri tidak dilibatkan dalam pertemuan itu, yang menuai kritik keras dari para pemimpin Barat dengan prinsip “tidak boleh ada pembicaraan tentang Ukraina tanpa Ukraina.”

Trump sempat menyebut pertemuan itu “sangat produktif” meski mengakui belum ada kesepakatan besar. “Ada beberapa hal yang sudah disepakati. Tinggal satu yang paling signifikan, tapi kita punya peluang bagus untuk mencapainya. Namun kali ini belum,” ujarnya.

Putin, di sisi lain, memanfaatkan momen ini untuk menegaskan posisi Rusia. Ia menyerukan agar kedua negara “membalik halaman dan kembali ke kerja sama,” sekaligus memuji Trump sebagai sosok yang “tahu apa yang ingin dicapai dan memahami kepentingan nasional Rusia.”

Bagi Putin, hadir di tanah Amerika untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade menjadi validasi besar setelah lama diisolasi Barat akibat invasi Ukraina dan represi politik di dalam negeri.

Pertemuan di Alaska itu terjadi di tengah perang yang terus menelan korban besar. Rusia dan Ukraina masih berselisih jauh dalam tuntutan perdamaian.

Putin menolak gencatan senjata sementara, kecuali Barat menghentikan pasokan senjata dan Ukraina menghentikan mobilisasi militernya. Tapi syarat itu ditolak Kyiv dan sekutunya.

Ukraina, yang telah bertahan sejak invasi Februari 2022, kini menghadapi serangan intensif Rusia di sepanjang garis depan sejauh lebih dari 1.000 kilometer.

Sementara itu, basis militer Alaska hanya berjarak lima kilometer dari Rusia di titik terdekat, kembali menjadi lokasi strategis, sebagaimana saat Perang Dingin.

Meskipun Trump menutup pertemuan dengan ucapan terima kasih kepada Putin dan janji “bertemu lagi segera,” banyak pihak menilai hasil perundingan ini justru memberi waktu lebih bagi Rusia memperkuat posisinya di medan perang, sementara Ukraina masih harus bertahan di tengah keterbatasan dukungan militer. (bil/iss)