
Konflik di internal Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo yang melibatkan bupati dengan wakilnya, tampaknya masih belum juga mereda.
Terbaru, Mimik Idayana Wakil Bupati (Wabup) Sidoarjo menyatakan kekecewaannya lantaran tidak dilibatkan dalam kebijakan rotasi pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN). Meski, hal itu kemudian dibantah oleh Subandi Bupati Sidoarjo yang menyatakan rotasi ASN sudah sesuai prosedur.
Adapun Mimik pada Minggu (21/9/2025) mengatakan, dalam rotasi ASN pada Rabu (17/9/2025), sebelumnya telah disepakati bahwa pergeseran hanya untuk mengisi 31 jabatan yang kosong di sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD).
“Saya sangat menyayangkan karena kesepakatan awal hanya untuk 31 ASN, tapi tiba-tiba jumlahnya menjadi 61 orang. Penambahan itu tidak pernah diberitahukan kepada saya selaku tim pengarah dalam TPK (Tim Penilai Kinerja),” ujar Mimik kepada wartawan, Minggu.
Menurut Wabup, mutasi itu melanggar prosedur sebagaimana diatur dalam PP Nomor 20 tentang Penilaian Kinerja PNS dan UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Sistem Merit.
Mimik mengaku telah mengirim surat kepada bupati pada Selasa (16/9/2025), sehari sebelum pelantikan, untuk meminta klarifikasi terkait nama-nama ASN yang akan dimutasi.
Namun, surat itu tidak mendapat jawaban. Karena itulah, ia menduga ada pelanggaran mekanisme dan berencana melapor ke Kementerian Dalam Negeri.
“Saya tidak mengetahui prosesnya, bahkan saat pelantikan berlangsung. Karena itu, saya akan melaporkan masalah ini ke Kementerian Dalam Negeri agar sistem di Sidoarjo diluruskan kembali,” tegasnya.
Mimik melihat ada penilaian yang tidak objektif, karena ada ASN yang kinerjanya baik justru tidak masuk pelantikan atau malah dipindah. Ironisnya, kata Mimik, ketika dia minta laporan kinerja TPK tak dijawab, dan sampai proses pelantikan selesai tetap tidak dikasih jawaban.
“Ini jelas melanggar PP Nomor 20 tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil,” kata Mimik.
Adapun pasal 40 dalam PP itu diatur tentang bobot penilaian kinerja PNS. Yaitu sebesar 70 persen untuk sasaran kinerja pegawai dan 30 persen untuk perilaku kerja.
Aturan ini bertujuan untuk memastikan objektivitas dalam pembinaan PNS berdasarkan prestasi kerja dan sistem karier. Penilaian dilakukan secara sistematis dan objektif, dengan prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan.
Selain itu, mutasi itu disebutnya melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 adalah tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). UU ini bertujuan membangun ASN yang profesional, berintegritas, dan bebas KKN, serta fokus pada penguatan Sistem Merit, penataan tenaga honorer, peningkatan kesejahteraan, dan transformasi manajemen ASN berbasis digitalisasi.
Mimik juga menyinggung klarifikasi Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang dinilainya hanya memverifikasi data, tapi tidak mengetahui detail tahapan pembahasan mutasi di internal TPK.
“BKN hanya memastikan data sesuai, tapi prosesnya tidak melalui tahapan sebagaimana mestinya,” tambahnya.
Bupati Bantah Ada Pelanggaran
Terpisah, Subandi Bupati Sidoarjo memastikan bahwa mutasi puluhan ASN pada 17 September itu sudah sesuai prosedur.
Ia menegaskan, mutasi dan rotasi adalah hal yang wajar dalam sistem birokrasi.
“Mutasi ini sudah sesuai aturan. Mekanismenya memang dari BKN. Kalau ada yang bilang tidak sah, ya ada stakeholder-nya. Yang jelas BKN sudah menjawab regulasinya sesuai, jadi tidak ada masalah,” kata Subandi di Kantor Kecamatan Waru, Minggu (21/9/2025).
Menurut Bupati Sidoarjo, langkah pergeseran pejabat ASN dilakukan untuk penyegaran organisasi dan peningkatan kinerja birokrasi.
“Mutasi itu bagian dari upaya memperkuat kinerja. Semua sudah sesuai mekanisme yang ada,” tegas Subandi. (bil/saf/ham)