
Marsha Alya Zahra, penyanyi muda berusia 14 tahun meluncurkan album musik bertajuk “Hanya Ilusi”, Minggu (14/2/2021). Peluncuran berlangsung secara hibrida. Secara luring (luar jaringan) dari studio Idang Rasjidi di Bogor, Jawa Barat, dan daring melalui aplikasi Zoom dan Facebook.
Marsha Alya Zahra adalah penyanyi kelahiran Surabaya, 4 November 2006 silam. Kini dia bersekolah di SMP Negeri 1 Tulungagung, Jawa Timur. Remaja perempuan ini sudah aktif bernyanyi sejak anak-anak. Dia juga mengantongi sejumlah prestasi dari kegiatan marching band.
Marsha menceritakan awal pertemuannya dengan Idang Rasjidi. Musisi jazz senior Indonesia itu yang menciptakan semua lagu di albumnya sekaligus menjadi produser, arranger, juga komposer.
“Marsha bertemu Opa Idang di acara International Jazz Day 2019 di Tulungagung. Pada saat itu Marsha berkesempatan menyanyi diiringi Opa Idang. Perkenalan ini berlanjut pada kesediaan Opa Idang membimbing Marsha bermusik. Pada akhir Desember 2020, Opa Idang menawarkan album ini,” kata Marsha.
Interaksi antara Idang Rasjidi dengan Marsha di balik panggung International Jazz Day 2019 di Tulungagung saat itu semakin intensif, salah satunya karena Marsha sendiri merupakan putri dari penyelenggara festival musik itu.
Marsha menyebutkan, lagu favoritnya di album ini adalah “Tak Semua Mimpi”. Lagu ini mengisahkan perasaan seseorang yang terus mencari jawaban dari mimpinya.
Arti Hanya Ilusi bagi Idang Rasjidi
Album ini adalah persepsi dan gambaran perasaan kegundahan Idang Rasjidi atas berbagai sikap manusia terhadap sesamanya, akhir-akhir ini.
“Teman butuh teman. Mari kita jaga. Jangan saling menghujat, jangan menyalahkan seolah-olah kita tidak pernah bikin salah,” kata Idang saat acara launching “Marsha – Hanya Ilusi”, Minggu sore.
Banyak filosofi yang tersirat dalam album ini. Sedikit cerita cinta pacaran tapi lebih ke psikologis. Banyak pesan moral yang tercantum di dalamnya. Itulah yang menjadi ciri album ini sehingga diberi nama “Hanya Ilusi”.
“Banyak orang yang berilusi. Sebenarnya itu membuang waktu. Hal benar jadi tidak benar. Banyak orang hidup dalam angan-angan mereka. Hidup jangan melihat pelangi. Dilihat indah warna-warni kalau didekati tidak ada,” katanya.
Menurut Idang, waktu pembuatan album ini terbilang singkat. Sekira dua bulan. Proses perekamannya pun unik.
“Dia duduk di sebelah Saya. Saya cari notnya, liriknya, penghayatannya, dan penekanannya. Langsung sejam kemudian lagu baru ini jadi dan direkam, genuine,” tutur Idang.
Idang pun meminta Marsha bernyanyi dengan nyaman. “Nyanyi senyaman kamu dan gak usah dibagus-bagusin. Kita tidak harus membuktikan apa-apa. Banyak orang yang membuktikan hebat. Itu, kan, kata kamu, tapi jadi ‘kamu’-nya kapan?” Kata Idang mengulangi arahannya kepada Marsha saat rekaman.
Gap generasi yang cukup jauh tak membuat Idang kesulitan membimbing Marsha.
“Kita pernah muda tapi mereka belum pernah tua. Saya dalami lingkungannya, bagaimana bercandanya, lingkungannya, betul-betul saya teliti. Kita masukkan hal-hal yang baik yang membentuk karakternya kelak. Untuk saya, suara bagus saja tidak cukup. Bukan itu, tapi bagaimana kamu menyanyikan lagu itu. Bagaimana orang yang mendengarkan mengerti lagu itu. Pesannya sampai ke mereka,” ujar Idang.
Usia Marsha yang masih belia dan karakter suaranya yang dewasa ikut menjadi pertimbangan konsep dan make up video clip. “Tidak bisa terlalu dewasa. jangan dipaksa. Waktu di-make up jangan jadi kayak penari Kabuki. Anak ini masih remaja, biar dia jadi dia. Waktu Marsha masih panjang. Apa ciri khasnya, biar dia cari sendiri.”
Urusan popularitas, Idang mengaku tidak punya strategi khusus untuk mengorbitkan Marsha. Kerja keras Marsha-lah yang akan membuat Marsha diterima khalayak atau membentuk pasar sendiri.
Selama ini Idang memang dikenal sebagai musisi senior yang sering mengantarkan musisi baru masuk ke industri musik. Dia tidak pelit membagikan pengalamannya.
“Masa yang masuk rekaman cuma anak kota. Di kampung banyak berlian, mutiara bagus. Kenapa tidak mereka? Kalau ada yang bilang buang-buang duit, tidak juga. Saya bukan orang industri tapi kewajiban kita membangun dunia industri dan kita bekerja bukan hanya mengambil hasilnya saja,” kata Idang.
Pada acara ini Idang juga meminta seluruh insan musik harus kreatif dan berkarya meski masih pandemi.
“Pandemi atau apa jangan berhenti berkarya, saya belum mau berhenti masih banyak tanggung jawab yang harus kita kerjakan. Banyak hal yang harus kita pelajari, banyak nilai yang harus kita tanyakan. Kita buat pertanyaan saja karena semua jawaban sudah ada di alam semesta,” ujarnya.(iss/den)