Indonesia menjadi negara kedua tertinggi di dunia yang banyak menyumbangkan sampah makanan. Hal tersebut tidak lepas dari ulah manusia yang sering berlebihan dalam membeli dan mengonsumsi makanan.
Indah Epriliati, Dosen Teknologi Pangan Universitas Widya Mandala Surabaya (UWM) menjelaskan, untuk meminimalisir maraknya food waste di Indonesia, bisa dilakukan dengan mengolah makanan melalui cara intermediate atau pengolahan makanan yang sifatnya setengah jadi.
“Kita bisa membuat makanan setengah matang, dan dimatangkan saat ingin dimakan dan sesuai porsi untuk meminimalisir food waste. Misalnya adonan beku, yang masih bisa disimpan dan jika dimasak, makanan akan tetap fresh,” jelas Indah, panggilan akrabnya, saat mengudara di Radio Suara Surabaya, Minggu (21/8/2022).
Dia menambahkan, makanan yang bisa diolah kembali sebaiknya tidak lebih dari 10 jam sejak makanan itu dibuat. Kemudian, makanan yang diolah harus dalam kondisi baik dan tidak memiliki risiko kontaminasi tinggi.
Indah mencontohkan, makanan yang diproses dengan asam dan belimbing wuluh seperti pepes, memiliki risiko kontaminasi yang lebih rendah.
“Kalau PH rendah, zat asamnya tinggi, makanan tersebut masih bisa diolah lagi, atau bisa kadar airnya dikurangi atau kering seperti kerupuk dan abon,” ujarnya.
Namun, Indah menyarankan ketimbang diolah kembali dengan risiko yang tinggi, lebih baik sisa makan tersebut dijadikan pakan ternak atau pupuk.
Peneliti pada pusat penelitian pangan dan gizi itu berharap, ke depan ada edukasi tentang pengolahan pangan keluarga, sehingga masyarakat bisa lebih bijak dalam mengolah dan memilih makanan yang baik untuk kesehatan.
“Penting juga dikedepankan zat dan kandungan kesehatannya ketimbang mengutamakan penampilan dan rasanya,” tandasnya.(des/dfn)