
Setiap Iduladha, umat Islam melaksanakan kurban sebagai bentuk taqarrub kepada Allah SWT. Namun, pertanyaan yang kerap muncul adalah “bolehkah kurban dilakukan secara patungan?”
Dalam kitab-kitab fikih, ketentuan kurban kolektif telah dijelaskan dengan rinci. Dilansir Muhammadiyah, berikut batas maksimal peserta kurban telah ditetapkan:
1. Kambing: hanya untuk satu orang.
2. Sapi atau kerbau: maksimal tujuh orang.
3. Unta: maksimal sepuluh orang.
Ketentuan ini merujuk pada beberapa hadis sahih, di antaranya:
Hadis Jabir tentang kurban Aisyah:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ ذَبَحَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ عَائِشَةَ بَقَرَةً يَوْمَ النَّحَرِ [رواه مسلم]
“Dari Jabir, ia berkata: Rasulullah saw menyembelih seekor sapi untuk Aisyah pada hari nahar.” (H.R. Muslim No. 356).
Hadis Ibnu Abbas tentang kurban kolektif:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي السَّفَرِ فَحَضَرَ اْلأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِي الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِي الْبَعِيْرِ عَشَرَةً [رواه الترمذي]
“Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Kami bersama Rasulullah SAW dalam perjalanan, lalu datang hari raya Adha, kami berpatungan menyembelih sapi untuk tujuh orang dan unta untuk sepuluh orang.” (H.R. at-Tirmidzi No. 1501).
Hadis-hadis ini menegaskan batasan jumlah peserta dalam kurban kolektif.
Satu ekor sapi, misalnya, dibatasi untuk tujuh orang dengan syarat hewan yang dikurbankan memenuhi standar syariat, seperti sehat, cukup umur, dan tidak cacat. Ketentuan ini menjadi pedoman utama dalam praktik kurban kolektif.
Kurban atas Nama Keluarga dan Umat
Dalam beberapa hadis, Rasulullah disebutkan berkurban tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk keluarga dan umatnya:
Hadis Aisyah tentang kurban Rasulullah:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُ فِي سَوَادٍ وَيَبْرُكُ فِي سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِي سَوَادٍ فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ… ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ [رواه مسلم]
“Dari Aisyah, Rasulullah saw menyembelih domba dan berdoa: “Dengan nama Allah, ya Allah, terimalah ini dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad”.” (H.R. Muslim No. 1967).
Hadis Jabir bin Abdullah:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ… فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ وَقَالَ: بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّى وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِى [رواه أبو داود]
“Dari Jabir, Rasulullah saw menyembelih domba dan berucap: “Bismillah, Allahu Akbar, ini dariku dan dari umatku yang tidak berkurban” (H.R. Abu Dawud No. 2413).
Hadis Abu Ayyub al-Anshari:
عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ… قَالَ: كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّى بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ، فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ… [رواه الترمذي]
“Dari Abu Ayyub, seseorang berkurban dengan seekor domba atas nama dirinya dan keluarganya, lalu mereka makan dan membagikannya.” (H.R. at-Tirmidzi No. 1141).
Makna “keluarga” (آل) mencakup istri dan anak, sementara “umat” (أمة) merujuk pada kaum Muslimin, khususnya yang tidak mampu berkurban. Namun, ini tidak mengubah batasan jumlah peserta kurban pada hewan tertentu.
Dengan demikian, kurban Rasulullah mencakup niat untuk keluarga dekatnya, namun pahalanya diharapkan mengalir kepada umat yang tidak mampu berkurban.
Kurban Kolektif Lebih dari Tujuh Orang
Praktik kurban kolektif yang melibatkan lebih dari tujuh orang untuk satu ekor sapi tidak sesuai syariat, berdasarkan batasan dalam hadis-hadis sahih.
Jika lebih dari tujuh orang ikut serta, maka akad kurban tidak sah.
Sebagian ulama memang mempertimbangkan analogi dengan unta besar (jazur) yang boleh untuk sepuluh orang.
Jika sapi sangat besar dan harganya mahal, seperti Rp60 juta, maka ada pandangan bahwa boleh untuk lebih dari tujuh orang. Namun, pandangan ini belum menjadi kesepakatan (ijma’) ulama dan masih perlu kajian lebih lanjut.
Kurban dengan peserta lebih dari batas maksimal, atau tanpa akad yang jelas, tidak sah sebagai kurban. Dalam hal ini, ibadah tersebut dianggap sebagai sedekah, bukan kurban syar’i.
Agar tetap menjadi kurban, peserta harus menunjuk satu orang sebagai pemilik kurban (sahibul qurban), atau dilakukan secara bergilir setiap tahun.
Bagi masyarakat yang ingin melaksanakan kurban kolektif, penting untuk memastikan akad yang jelas dan sesuai syariat. Jika akad tidak memenuhi syarat kurban, maka praktik tersebut lebih tepat dikategorikan sebagai sedekah. (dra/saf/ham)