
Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai makna obesitas, disebut menjadi tantangan tersendiri dalam implementasi Panduan Nasional Pelayanan Kesehatan (PNPK) untuk obesitas.
“Kita sendiri mungkin enggak yakin bahwa kita ini obesitas. Kita sendiri enggak ngerti, sebetulnya obesitas itu yang (berat badan) seperti apa, sih?” kata dr Maya Surjadjaja Wakil Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Gizi Klinik Indonesia (PDGKI).
Dikutip dari Antara pada Sabtu (23/8/2025), Maya mengatakan, orang Asia memiliki ciri tubuh yang berbeda sehingga masyarakat yang tinggal di Indonesia harus mengetahui indeks massa tubuh (IMT) yang sesuai dengan kriteria ideal.
Lemak yang ada di perut ke bawah merupakan lemak jahat yang merupakan ciri obesitas, kata Maya.
Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 prevalensi obesitas sentral (lingkar perut melebihi batas normal) secara nasional 36,8 persen pada penduduk berusia 15 tahun ke atas.
Hal itu dapat berdampak pada munculnya penyakit bawaan seperti penyakit jantung, gula darah tinggi atau ginjal.
Selain itu, mitos tentang anak yang gemuk adalah lucu juga menjadi tantangan tersendiri bagi profesi kedokteran untuk berupaya menurunkan angka obesitas pada anak dan di atas 15 tahun.
Maya mengatakan Indonesia bisa mencontoh negara yang disiplin terhadap kesehatan seperti Jepang atau Singapura, yang menerapkan prinsip bahwa makan tidak harus sampai kenyang, tapi, ketika porsinya cukup.
Maya juga menyinggung tentang masih banyak peredaran obat yang diklaim bisa menurunkan berat badan, namun, sebenarnya tidak jelas kandungannya, yang juga menjadi pertanda bahwa orang ingin menjadi langsing secara instan.
Dia berharap penerapan PNPK bisa menjadi acuan dan makna obesitas bisa tersampaikan, serta bisa diterapkan di berbagai wilayah Indonesia yang memiliki angka obesitas yang tinggi. (ant/ata/saf/ham)