
Arifah Fauzi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menilai perkawinan usia anak masih menjadi salah satu pemicu tingginya kekerasan terhadap anak, baik dari keluarga maupun lingkungan sekitar.
“Perkawinan anak ini luar biasa dampaknya. Untuk menjadi orang tua, untuk membentuk sebuah keluarga, butuh kesiapan,” kata Arifah Fauzi Menteri PPPA, melansir Antara, Kamis (17/7/2025).
Ia memberikan pendapat dalam membina sebuah keluarga diperlukan proses pengenalan karakter dari masing-masing pasangan calon pengantin yang membutuhkan waktu lama.
“Orang jaman sekarang baru kenal sebentar, lalu nikah, padahal pengenalan satu dengan yang lain butuh proses. Jangankan suami istri, yang bersaudara saja kecocokannya butuh bertahun-tahun. Jadi adaptasi dalam sebuah keluarga antara suami istri butuh waktu panjang,” tuturnya.
Dalam mengedukasi kesiapan calon pengantin, Kementerian Agama memiliki program Bimbingan Perkawinan bagi calon pengantin.
“Diedukasi sebagai ibu perannya apa, sebagai bapak perannya apa, yang paling penting ada ketersalingan. Saling memahami, menghargai. Bukan satu lebih oke dari yang lain, tapi bersama-sama,” tambahnya.
Perkawinan usia anak memiliki dampak negatif yang luas.
Selain risiko kekerasan dalam rumah tangga, perkawinan anak meningkatkan risiko kematian ibu dan bayi, bayi berisiko mengalami stunting dan berat badan lahir rendah, dan memicu masalah kesehatan mental.
Perkawinan anak juga berdampak anak kehilangan kesempatan melanjutkan pendidikan, melanggengkan kemiskinan, dan menurunkan kualitas sumber daya manusia.(ant/ata/kir/ipg)