
Zahrani Psikolog klinis dari Universitas Syiah Kuala menyebut pemberitaan bunuh diri yang disampaikan secara tidak bijak dapat menimbulkan peningkatan jumlah kasus atau efek werther.
“Ada sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa pemberitaan bunuh diri yang dilakukan terus-menerus itu justru semakin meningkatkan jumlah angka bunuh diri di daerah atau negara tertentu,” kata Zahrani dilansir dari Antara, Kamis (17/4/2025).
Efek werther sendiri merupakan istilah yang pertama kali muncul dari novel “The Sorrows of Young Werther” karya Johann Wolfgang von Goethe yang terbit pada tahun 1774.
Istilah ini merujuk pada fenomena ketika pemberitaan tentang kasus bunuh diri disampaikan secara rinci, sensasional, bahkan diromantisasi justru memicu kasus bunuh diri lainnya, terutama di kalangan orang yang memiliki ide untuk bunuh diri (suicide ideation).
Zahrani menjelaskan bahwa secara psikologis, pemberitaan kasus bunuh diri terutama yang ditulis secara detail, seperti menyebutkan metode, lokasi detail, dan isi catatan bunuh diri berpotensi besar mendorong individu yang telah memiliki ide untuk bunuh diri melakukan tindakan tersebut.
“Awalnya dia hanya punya ide saja, tetapi tidak punya keberanian. Terus ketika dia baca berita seperti itu, maka terdorong untuk melakukan karena dia merasa bahwa dia tidak sendirian. Ada juga nih orang yang melakukan suicide,” katanya.
Karena itu, Zahrani mengingatkan jurnalis perlu bijak dalam melaporkan peristiwa bunuh diri.
Dia menyarankan agar jurnalis fokus pada hal-hal yang solutif dalam pemberitaan, seperti mendorong pencarian bantuan, menyampaikan tanda-tanda risiko, dan memberikan informasi layanan dukungan psikologis.
“Yang paling penting ketika melaporkan suicide itu adalah support apa yang bisa dilakukan, atau apa yang harus dilakukan bagi orang yang punya suicide ideation,” katanya. (ant/bel/saf/ham)