Rabu, 23 Juli 2025

Psikolog Sebut Anak Rentan Tindak Kejahatan saat Jauh dari Keluarga

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi - Anak-anak pelaku kejahatan saat di Polreatabes Surabaya. Foto: Dokumen suarasurabaya.net

Novi Poespita Candra Psikolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) mengajak orang tua untuk waspada tanda-tanda anak berpotensi terjerumus tindak kejahatan salah satunya ketika anak dekat dengan kelompok berisiko.

Novi menilai salah satu tanda anak berpotensi terjerumus tindak kejahatan adalah ketika dia sulit berkomunikasi dengan keluarga, terutama dengan orang tua.

“Biasanya yang paling menonjol adalah mereka sudah mulai sulit melakukan kebersamaan dengan keluarga dan berkomunikasi dengan keluarga,” ujar Novi dilansir dari Antara, Selasa (22/7/2025)

Anak juga mengalami kesulitan fokus untuk membangun aktivitas yang bermanfaat dan bisa ditekuni. Faktor penyebab yang mendorong anak melakukan tindakan kejahatan, kata Novi, dipengaruhi karena hormon kortisol (stres) berada pada posisi tinggi sehingga menekan kerja otak untuk bernalar (prefrontal cortex).

Dia mengatakan berdasarkan salah satu cabang ilmu psikologi, kekerasan didorong oleh bagian otak reptil atau amygdala, yang biasanya merespon jika ada suasana yang mengancam.

“Pilihan manusia biasanya menyerang balik, diam atau lari. Maka ketika dia dipancing emosinya, mengalami tekanan, dia merespon dengan otak reptilnya, bukan otak nalarnya,” kata Novi menjelaskan.

Dia menjelaskan contoh kasus pada tawuran remaja, anak terlibat kekerasan karena kemampuan otak nalar rendah sehingga mereka mudah terpancing oleh kondisi yang menekan mereka. Meskipun sebenarnya anak tahu bahwa aktivitasnya salah, namun, kemampuan nalar yang lemah membuat mereka tidak mengetahui atau tidak bisa mengukur konsekuensinya.

Novi menyarankan untuk memberikan stimulasi kegiatan yang melibatkan fisik secara reguler seperti olahraga jika anak terlibat kejahatan. Kegiatan fisik bisa menjadi cara dalam menyalurkan stres dari tubuhnya.

“Dengan banyak aktivitas fisik dan sosial, kemudian diseimbangkan dengan dialog bersama orang-orang dekatnya,” kata dia.

Dialog bersama orang terdekat juga bisa sebagai langkah preventif agar anak-anak mampu membangun kekuatan otak nalar. Sebab, dialog bisa mendorong otak nalar untuk bekerja sehingga tekanan atau kecemasan yang muncul bisa diselesaikan dengan nalar, bukan emosi. (ant/ata/saf/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Rabu, 23 Juli 2025
30o
Kurs