Rabu, 3 September 2025

Studi: Melewatkan Sarapan dan Makan Larut Malam Tingkatkan Risiko Osteoporosis

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi menu sarapan berupa nasi goreng, telur, dan sosis. Foto: Freepik

Sebuah penelitian baru yang diterbitkan di Journal of the Endocrine Society pada 28 Agustus 2025, mengungkapkan bahwa kebiasaan melewatkan sarapan atau makan malam terlalu larut dapat meningkatkan risiko tulang rapuh (osteoporosis) dan patah tulang.

Dikutip dari Health, penelitian ini menjadi yang pertama menemukan kaitan spesifik antara pola makan harian dengan risiko osteoporosis.

Osteoporosis adalah kondisi ketika kepadatan mineral tulang menurun sehingga tulang menjadi emah dan mudah patah. Penyakit ini empat kali lebih dialami wanita, terutama setelah menopause.

Selama ini, faktor risiko utama yang sudah dikenal meliputi merokok, konsumsi alkohol dan kurang berolahraga. Namun, penelitian terbaru ini menyoroti peran kebiasaan makan sebagai faktor tambahan.

“Studi ini memperkuat gagasan bahwa pola gaya hidup dapat memengaruhi kesehatan tulang, lebih dari sekadar nutrisi individual,” kata Theresa Gentile juru bicara Academy of Nutrition and Dietetics.

Dalam penelitian yang melibatkan 927.130 orang dewasa di Jepang, para peneliti menemukan bahwa orang yang melewatkan sarapan lebih dari tiga kali seminggu memilik risiko 18 persen lebih tinggi mengalami patah tulang, sementara mereka yang rutin makan malam kurang dari dua jam sebelum tidur selama tiga kali seminggu, memiliki risiko 8 persen lebih tinggi.

“Kami juga mengamati bahwa kebiasaan makan ini cenderung muncul bersamaan dengan perilaku tidak sehat lainnya, seperti merokok, kurangnya aktivitas fisik, dan kurang tidur,” ujar Hiroki Nakajima seorang peneliti dari Nara Medical University di Jepang.

Meski begitu, para ahli menekankan bahwa hasil ini tidak berarti orang harus langsung khawatir. Nancy E. Lane profesor kedokteran di UC Davis mengatakan, penelitian ini kuat tetapi tetap memiliki keterbatasan, termasuk tidak mengukur jenis atau jumlah makananan yang dikonsumsi peserta.

Selain itu, penelitian ini bersifat observasional sehingga hanya menunjukkan antara pola makan dan risiko patah tulang, tetapi tidak dapat membuktikan hubungan sebab-akibat.

Menurut para pakar, mekanisme yang mungkin berperan termasuk gangguan ritme sirkadian tubuh yang berpengaruh pada kesehatan tulang, hingga peningkatan hormon stres kortisol akibat melewatkan sarapan. Namun, mereka sepakat bahwa kualitas pola makan jauh lebih penting dibanding waktu makan.

“Secara umum,” kata Lane, “Kami menyarankan pola makan sehat dengan kalsium, vitamin D, protein, dan karbohidrat untuk memungkinkan tulang bereformasi dan tetap kuat.” (ata/saf/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Rabu, 3 September 2025
34o
Kurs