Minggu, 21 September 2025
Dolly Menghitung Hari Bagian I (Siapa yang diuntungkan?)

Tak Mau Rugi di Lokalisasi Dolly

Laporan oleh Fatkhurohman Taufik
Bagikan
Penghuni Wisma Putri Lestari yang ada di Gang Dolly, Surabaya.

Adzan Ashar baru berkumandang ketika tujuh Pekerja Seks Komersial (PSK) duduk santai di sofa merah setengah melingkar. Menghadap ke kaca tembus pandang, sofa itu layaknya di dalam Aquarium. Cukup jelas dengan aneka gambar erotis yang tertempel tak beraturan di tembok.

Sore itu, mereka tampak lesu dan sayu, meski sesekali pundak dan kaki bergoyang mengikuti dentum keras goyangan erotis dangdut koplo yang keluar dari televisi 32 inci di depannya.

“Ayo mas silakan mau tanya ke siapa dulu,” ujar Tukirin, pemilik Wisma Putri Lestari, sambil mengecilkan volume televisi, ketika suarasurabaya.net berkunjung ke wisma itu.

Tukirin memang sengaja minta pekerjanya ini sekadar menemani untuk sebuah wawancara. Padahal mereka nampak kurang tidur. Setelah malam harinya bekerja, siang sebelum wawancara mereka juga memang ikut berunjuk rasa bersama seribuan PSK lainnya untuk menolak rencana penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak.

Wawancara awalnya tak segera bisa dilakukan karena posisi PSK duduk di sofa yang memang didesain agak tinggi. Sementara kursi yang disediakan untuk wawancara lebih rendah sehingga pandangan mata dipaksa fokus pada deretan paha mulus mereka. “Wis gini saja silakan naik ke sofa mas biar fokus,” sindir Tukirin saat itu.

Wawancara pun lantas dimulai mirip seleksi pencari kerja, satu-persatu PSK mendekat agar mempermudah komunikasi, meski tak semua bisa dijawab dengan lugas.

Awalnya mereka nampak malu, apalagi jika pertanyaan menjurus praktik hubungan intim di atas ranjang. Tapi ihwal kedatangan mereka ke dunia prostitusi, jawabannya serempak “faktor ekonomi”. “Saya ditinggal suami, harus menghidupi seorang anak dan ibu saya yang sudah tua. Terpaksa ke sini ikut tetangga,” kata Fatmawati 24 tahun, PSK asal Mojokerto.

Sore itu, dari 7 PSK yang “disuguhkan” pada suarasurabaya.net, mayoritas berusia di bawah 30 tahun. Hanya 2 PSK yang berusia 32 dan 33 tahun. Mereka berasal dari berbagai daerah. Sebanyak 3 PSK asal Malang, 1 dari Mojokerto, 2 dari Indramayu, dan 1 PSK asal Bandung.

Meski sebagian besar tersimpul malu, tapi ada juga yang lantang dan gamblang menjelaskan detail kehidupan di lokalisasi. Yuniwati misalnya, PSK asal Malang yang sudah berusia 33 tahun ini adalah yang paling senior dan dipanggil “Bunda” oleh teman-temanya.

“Kami tahu perbuatan apa yang masuk kategori dosa, tapi daripada mencuri dan meminta-minta, masih lebih baik tinggal di sini, dapat uang dan menyenangkan orang. Saya kira Tuhan tidak tidur,” kata dia.

Dari bisnis yang sudah dia tekuni hampir 10 tahun ini, Yuniwati mengaku bisa menghidupi dua anaknya di kampung. Dia juga telah membelikan sebidang tanah bagi orang tuanya.

Sayang, tak semua PSK mengaku dapat untung besar dari bekerja sebagai pemuas nafsu. Yuliani dari sebuah wisma yang berada tak jauh dari Wisma Putri Lestari misalnya, meski sudah lima tahun jadi PSK, ia belum mampu memiliki tabungan yang mencukupi untuk mandiri dan buka usaha sendiri.

Dari setiap melayani tamu, dia hanya mendapatkan jatah 30 persen dari tarif yang ditetapkan pengelola wisma. Sementara 60 persennya masuk ke kantong muncikari dan 10 persennya lagi dibagikan kepada calo atau makelar yang bertugas mencari pelanggan di depan wisma.

Tarif untuk sekali memuaskan nafsu di Dolly adalah Rp200 ribu perjam. Dari tarif itu, setiap PSK hanya mampu mendapatkan Rp60 ribu dan dipotong lagi Rp20 ribu untuk pembantu yang membersikan kamar dan mencuci seprai dan baju yang habis digunakan.

Tiap malam, para PSK sebenarnya bisa melayani minimal tiga orang tamu. Tapi biaya hidup di kawasan Dolly tidaklah murah, apalagi mereka juga harus merawat kecantikan dan kesehatan.

Para PSK biasanya juga hidup di sebuah kamar yang telah disediakan. Di kamar-kamar itu, tak hanya digunakan sebagai tempat istirahat, melainkan juga untuk menemani tamu. Kamar itu, mereka dapatkan kosongan, tanpa perabot. Dan uang dari mengutang dari pemilik wismalah yang mereka gunakan sebagai modal untuk membeli perabot, mulai kipas angin hingga televisi.

Tukirin, pemilik Wisma Putri Lestari membenarkan jika keuntungan terbesar dari bisnis ini masuk ke kantong pemilik wisma. “Kita mendirikan wisma tidaklah murah, jadi wajar kalau pemilik yang mendapatkan untung banyak,” kata dia.

Dia mencontohkan, tanah untuk mendirikan Wisma Putri Lestari dia menyewa pada tahun 2005 senilai Rp500 juta untuk 7 tahun sewa. Di tanah seluas 9×15 meter persegi itu berdiri bangunan tiga lantai yang bersekat hingga 20 kamar tidur.

Selain itu, iuran bagi pemilik wisma juga tidaklah murah. Tiap bulan misalnya, PSK juga wajib membayar iuran RT dan RW yang perbulannya mencapai Rp150 ribu dan ini ditanggung pemilik wisma. Belum lagi iuran tenaga keamanan yang tiap harinya mencapai Rp50 ribu perwisma. Artinya, semakin banyak PSK, maka iuran yang harus dibayar juga akan tinggi.

Meski dari sisi bisnis mereka mengaku tak begitu diuntungkan, tapi semua tetap kompak menolak rencana pemerintah kota yang akan menutup dan mengembalikan fungsi kawasan lokalisasi Dolly dan Jarak dari kawasan prostitusi menjadi kawasan pemukiman biasa.

Tukirin misalnya, dia mengaku akan mempertahankan bisnis ini. Apapun akan dia lakukan. “Kalau pemerintah ngotot ya ndak masalah asalkan tiap pemilik wisma mendapatkan ganti rugi Rp2 miliar, jadi kami bisa mencari kerja yang lebih layak lainnya,” kata dia.

Dia menduga, penutupan lokalisasi hanyalah kedok untuk kepentingan bisnis lainnya yang lebih besar. Dia mencontohkan, potensi kawasan Dolly untuk menjadi pusat bisnis cukup tinggi karena berada di tengah kota. Selain itu, nama Dolly juga sudah sangat terkenal sehingga untuk bisnis apapun pasti akan cepat laku.

Dan kini, Tukirin dan ribuan pekerja lokalisasi Dolly dan Jarak hanya tinggal menunggu waktu. Tanggal 18 Juni telah ditetapkan. Dolly dan Jarak harus di tutup di hari itu. Tukirin hanya menanti dan menebak, siapa sebenarnya yang akan diuntungkan dari semua ini. (fik/ipg)

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Gedung Ex-Bioskop Jalan Mayjen Sungkono

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Surabaya
Minggu, 21 September 2025
28o
Kurs