
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Lumajang saat ini mencatat masih ada ribuan dukun bayi yang membantu persalinan masyarakat di 205 desa di 21 kecamatan seluruh Kabupaten Lumajang. Jumlah ini tidak sedikit, karena dirata-rata minimal satu Kecamatan terdapat 40 orang yang berprofesi sebagai dukun bayi.
Padahal saat ini layanan kesehatan telah ditingkatkan dengan jumlah tenaga medis yang memadai dan teknologi kesehatan juga telah meningkat. Hanya saja, masih banyak masyarakat yang lebih mempercayakan persalinan ibu melahirkan dengan bantuan dukun bayi.
dr Syaiful Ihsan Kepala Bidang Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang kepada Sentral FM, Sabtu (25/10/2014), mengatakan jika ke depan Dinas Kesehatan akan menstop regenerasi dukun bayi.
Caranya dengan mengoptimalkan peran tenaga medis formal, baik dokter kandungan maupun bidan yang bertugas membantu persalinan masyarakat. “Namun kami (Dinas Kesehatan, red) tidak menafikan bahwa sampai saat ini masih banyak masyarakat yang menjalankan profesi sebagai dukun bayi,” katanya.
Dari data di Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang Tahun 2014 ini, ungkap dr Syaiful Ihsan, sebanyak 63 ibu melahirkan yang melalui proses persalinan dengan bantuan dukun bayi. “Meski terlihat banyak, namun jumlah ini prosentasenya kecil dari keseluruhan ibu melahirkan yang terdatat sampai Bulan Oktober ini mencapai 14 ribu orang,” paparnya.
Akan tetapi, jumlah proses kelahiran yang dibantu persalinannya oleh dukun bayi ini akan terus ditekan. Pertimbangannya adalah kelayakan penanganan persalinan, higienitas dan juga jaminan keselamatan ibu dan anak.
“Sebab, proses persalinan yang dibantu dukun bayi, tercatat juga ada yang dilaporkan meninggal baik ibu maupun anaknya. Sampai saat ini yang dilaporkan ada 2 orang. Dan laporan itu membuat kami kelabakan juga,” ungkapnya.
Masih melekatnya mind set masyarakat dengan dukun bayi untuk mmebantu proses persalinan ini karena ada beberapa faktor penyebab. Salah-satunya adalah kedekatan dan kelebihan pelayanan yang diberikan dukun bayi terhadap pasien-pasiennya.
Sebagai contoh, lanjut dr Syaiful Ihsan, dukun bayi berprofesi dengan mengandalkan keyakinan dan perkenalan melalui jalur silaturahmi anjangsana kekeluargaan dengan pasien-pasiennya. Dukun bayi yang banyak ditolong persalinannya rata-rata tetangga sekitarnya.
“Kalau kelebihannya, dukun bayi biasanya bertugas memberikan bantuan persalinan hingga perawatan harian sang bayi. Ini kelebihan yang tidak dimiliki petugas medis lainnya, baik dokter kandungan maupun bidan. Kalau pasien tidak datang ke tempat praktek, ya petugas medis seperti dokter kandungan atau bidan tidak akan datang. Kalau dukun bayi, mereka yang datang dan itu dilakukan rutin,” jlentrehnya.
Padahal, di Kabupaten Lumajang dokter kandungan jumlahnya terus bertambah. Baik yang bertugas di Rumah Sakit (RS) Pemerintah, dalam hal ini RSU dr Haryoto Lumajang dan rumah sakit lainnya seperti RS Bhayangkara dan RS Swasta. Selain itu, masih ada tenaga bidan yang bertugas di unit layanan medis pemerintah, baik di Rumah Sakit maupun Puskesmas yang jumlahnya mencapai 300 orang.
“Ada juga tenaga bidan swasta yang berpraktek dengan mengantongi Surat Izin Praktek (SIP) yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Mereka ini sudah lebih cukup untuk memenuhi standar layanan persalinan yang baik di masyarakat,” terangnya.
Untuk itu, ke depan Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang akan mendorong tenaga dukun bayi sebagai pendamping bidan guna membantu perawatan bayi saja. Tidak lagi membantu persalinan seperti yang selama ini terjadi. Jadi, mereka masih bisa dilibatkan. “Kami juga akan terus memberikan pelatihan bagi para dukun bayi ini sesua standarisasi medis, setahun dua kali,” tuturnya.
Menyangkut kemungkinan masih lakunya profesi dukun bayi dalam membantu persalinan masyarakat karena persoalan tarif layanan medis formal yang mahal, dr Syaiful Ihsan menyampaikan argmentasi yang menarik. Ia mengakui jika tenaga medis formal relatif lebih mahal jika dibandingkan dukun bayi.
Meski, tarif itu di Kabupaten Lumajang tegrolong bisa dijangkau dan telah diatur melalui Peraturan Daerah (Perda). Yakni tarif persalinan Rp. 350 ribu dan untuk persalinan beresiko, semisal sampai rujukan Rp. 500 ribu.
“Sedangkan untuk tarif dukun bayi tidak sampai segitu. Ini menjadi faktor lain bahwa profesi dukun bayi masih laku di Lumajang. Namun kami optimis regenerasi dukun bayi akan bisa distop jika peran tenaga medis formal optimal dan saat ini tenaga dukun bayi bisa dialihkan sebagai pembantu bidan,” demikian pungkas dr Syaiful Ihsan. (her/ipg)