
Sofyan Tsauri mantan narapidana teroris mengusulkan supaya Pemerintah dan DPR memperhatikan nasib para korban aksi teroris, dengan memberikan rehabilitasi dan kompensasi.
Selain itu, pria terpidana teroris yang pernah divonis 10 tahun penjara karena terbukti menjual senjata kepada jaringan teroris di Aceh itu meminta supaya usulan itu dimasukkan dalam draf revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Anti Terorisme.
“Saya mengusulkan supaya para korban bisa direhabilitasi dan ada kompensasi yang diambil dari anggaran pemerintah, untuk dimasukkan dalam draf revisi UU Anti Terorisme,” kata Sofyan di Jakarta, Sabtu (3/6/2017).
Dia menceritakan, kalau sekitar tahun 2013 waktu Al Qaida melakukan aksi peledakan di markas pertahanan militer di Yaman, ada beberapa anggotanya yang menyasar ke rumah sakit mengakibatkan pasien dan sejumlah perawat jadi korban jiwa.
Kemudian, pimpinan Al Qaida menyatakan menyesal dan berjanji memberikan kompensasi (Diyat) kepada para korban warga sipil, dan menyedot kas Al Qaida sampai ratusan miliar rupiah.
Pelaku peledakan bom di Bali juga harus membayar Diyat atau Kafarat dengan berpuasa selama dua bulan karena aksinya memakan korban dari Umat Muslim.
“Artinya, kalau teroris saja punya kepedulian dengan memberikan kompensasi. Harusnya pemerintah Indonesia juga punya kepedulian kepada korban,” ujarnya.
Secara terpisah, Bobby Adhityo Rizaldi anggota paniti khusus (pansus) revisi undang-undang terorisme juga mengungkapkan, bahwa pandangan anggota DPR dan pemerintah masih terbelah dalam merumuskan RUU Anti Terorisme. “Politik DPR dan pemerintah belum menemukan titik temu. Kami DPR terbelah,” kata politisi Partai Golkar. (rid/bry/ipg)