Agus Gumiwang Kartasasmita Menteri Perindustrian (Menperin) menilai, penerapan standar industri hijau dapat meningkatkan daya saing industri nasional terhadap negara-negara tujuan ekspor, karena menurutnya industri manufaktur global semakin berorientasi pada praktik berkelanjutan (sustainable practice).
“Kementerian Perindustrian menilai penerapan standar industri hijau menjadi jawaban akan kebutuhan tools untuk memenuhi regulasi negara tujuan ekspor tentang praktik berkelanjutan dan manajemen risiko komoditas, sehingga menjadi daya saing tersendiri bagi industri nasional,” kata Menperin di Jakarta, Selasa (16/5/2023) saat dilansir dari Antara.
Ia mengatakan bahwa saat ini sebagian negara tujuan ekspor telah mewajibkan persyaratan produk dan perusahaan, mulai dari eco label, kandungan material daur ulang, bebas bahan kimia tertentu, nilai emisi karbon suatu produk dan proses, pemenuhan standar hijau internasional lainnya, serta penggunaan teknologi digital.
Lebih lanjut, ia menyebut, kebijakan industri hijau di Indonesia juga telah ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
Di sisi lain, pemerintah juga telah melakukan berbagai upaya strategis, termasuk dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) industri kompeten.
Dalam upaya mencetak SDM industri kompeten, ia mengatakan bahwa Kemenperin telah memiliki sejumlah unit pendidikan vokasi industri, di antaranya sembilan SMK, 11 Politeknik, dan dua Akademi Komunitas yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Sementara itu, Masrokhan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kemenperin menjelaskan, salah satu kampus Kemenperin, yakni Politeknik APP Jakarta telah menjalin kerja sama dengan Southeast Asia Work Integrated Learning (SEAWIL) bersama Politeknik Seberang Perai (Malaysia), Politeknik Kota Kinabalu (Malaysia) dan Politeknik LP3I Medan (Indonesia).
“Salah satu fokus program ini adalah untuk membuka wawasan mahasiswa terhadap perkembangan industri terkini, termasuk industri hijau,” ujarnya.
Program SEAWIL tersebut, menurutnya dapat mengintegrasikan kegiatan pembelajaran dengan aktivitas industri melalui Project Based Learning, dan program tersebut menurutnya juga dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bisa berinteraksi dan bekerjasama secara intensif dengan mahasiswa dari negara lain.
Program tersebut, kata dia, memberikan pengetahuan mengenai penerapan energi hijau yang dapat memberikan dampak positif kepada perusahaan baik secara ekonomi, lingkungan dan sosial. Selain itu mahasiswa dapat menggali lebih dalam mengenai tantangan dan hambatan yang dihadapi oleh perusahaan serta rencana yang akan dilakukan 10 tahun ke depan.
Rangkaian dari program tersebut meliputi kunjungan ke industri logistik dan pelabuhan di masing-masing wilayah lokasi perguruan tinggi berada.
ia mencontohkan, seperti Politeknik APP Jakarta yang melakukan kunjungan industri ke PT Pelabuhan Indonesia (Persero) yang berlokasi di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kunjungan itu dilakukan untuk mengetahui dan berdiskusi dengan pengelola pelabuhan Indonesia mengenai sejauh mana penerapan teknologi dan energi hijau yang telah dilakukan di Indonesia.(ant/ris/ipg)