Senin, 15 Desember 2025

Polling SS: Masyarakat Pro Kontra Terkait Relaksasi TKDN oleh Pemerintah Indonesia

Laporan oleh Akira Tandika Paramitaningtyas
Bagikan
Prabowo Presiden membuka acara Sarasehan Ekonomi, Selasa (8/4/2025), di Menara Mandiri, Jakarta. Foto: Biro Pers Setpres

Pada sarasehan ekonomi pekan lalu, Prabowo Subianto Presiden RI meminta agar para menteri menyiapkan aturan terkait relaksasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), agar bisa lebih fleksibel.

Prabowo beranggapan, TKDN yang terlalu ketat justru akan menghambat pertumbuhan industri domestik.

“Indonesia harus realistis. TKDN yang dipaksakan membuat Indonesia kalah kompetitif. Sehingga TKDN harus dibuat fleksibel,” terangnya.

Regulasi terkait TKDN sempat menjadi salah satu alasan Amerika Serikat menerapkan tarif bea masuk hingga 32 persen, pada produk-produk impor asal Indonesia.

Menurut Anda, setuju atau tidak dengan relaksasi TKDN?

Dalam diskusi di program Wawasan Polling Suara Surabaya, Kamis (17/4/2025) pagi, masyarakat pro kontra dengan relaksasi TKDN yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

Dari data Gatekeeper Radio Suara Surabaya, 76 persen peserta polling menyatakan setuju dengan adanya relaksasi TKDN. 16 persen lainnya memilih tidak setuju. Sementara 8 persen sisanya memilih abstain.

Peserta polling yang tidak setuju dengan relaksasi TKDN karena dinilai bisa menurunkan semangat Indonesia menjadi produsen. Sedangkan peserta yang memilih abstain, karena masih ada beberapa perusahaan yang memakai produk import.

Kemudian, berdasar data di Instagram @suarasurabayamedia, sebanyak 46 persen menyatakan setuju dengan adanya relaksasi TKDN. Sedangkan 54 persen lainnya menyatakan tidak setuju.

Mengenai hal itu, Dr Fahmy Radhi Pengamat Ekonomi Universitas Gajah Mada mengatakan bahwa tujuan awal diberlakukannya TKDN adalah untuk mendorong industri komponen tumbuh di Indonesia.

Hal itu juga telah dibuktikan dengan adanya nilai tambah dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan komponen, termasuk bisa membuka lapangan pekerjaan.

“Kalau TKDN nanti direlaksasi, ini akan menurunkan produk-produk yang dihasilkan perusahaan komponen. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan terjadi kebangkrutan hingga PHK,” terangnya saat onair di Radio Suara Surabaya.

Fahmy menerangkan, pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan nasib negara jika TKDN tidak dibuat ketat.

Karena, hal itu akan berimbas nasib Indonesia yang hanya menjadi pasar, tanpa menikmati nilai tambah dalam bentuk industri komponen yang dibutuhkan.

“Misalnya, mobil listrik. Kalau TKDN-nya dihapuskan, bahkan bisa impor 100 persen ke Indonesia, yang diuntungkan ya investor. Pabriknya dia (mobil listrik) di China, semua komponennya dari China, pasarnya di Indonesia. Itu salah satu yang menjadikan Indonesia sebagai pasar tanpa kajian,” ungkapnya.

Sementara itu, Fahmy mengatakan jika relaksasi TKDN ditujukan untuk merespon kenaikan tarif dari Amerika Serikat, langkah tersebut dinilai tidak tepat.

“Karena yang dimaksudkan Donald Trump itu kan sebenarnya defisit perdagangan yang cukup besar. Nah, relaksasi TKDN itu tidak mengatasi atau memperbaiki defisitnya Amerika,” katanya.

Fahmy menegaskan, jika memang pemerintah Indonesia ingin menarik investor, maka yang perlu diselesaikan bukan perkara TKDN.

“Investor yang masuk ke Indonesia menghadapi masalah lebih urgent seperti, masalah birokrasi, adanya pungli, itu yang harus diselesaikan, bukan dengan menghapus TKDN,” tandasnya.(kir/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Senin, 15 Desember 2025
27o
Kurs