
Konklaf terbesar dan paling beragam secara geografis dalam sejarah dijadwalkan kembali berlanjut pada Kamis (8/5/2025) hari ini, saat para kardinal Gereja Katolik Roma kembali ke Kapel Sistina untuk mencoba menetapkan hasil pemilihan paus yang masih terbuka lebar.
Sebelumnya, para “pemimpin Gereja” berjubah merah itu memulai proses pemilihan pemimpin baru bagi 1,4 miliar umat Katolik di dunia pada, Rabu (7/5/2025).
Tapi pada malam harinya, asap hitam mengepul dari cerobong khusus yang dipasang dan terlihat dari Lapangan Santo Petrus, menandakan belum tercapainya hasil dalam pemungutan suara pertama.
Melansir Reuters, dalam sejarah modern, tak ada paus yang terpilih dalam putaran pertama. Namun, melihat sejarah sebelumnya, hasil akhir bisa saja tercapai pada hari kedua, ketika maksimal empat putaran pemungutan suara bisa dilakukan.
Sebanyak 133 kardinal dari 70 negara ikut dalam pemungutan suara rahasia ini, jumlah tertinggi dalam sejarah yang naik dari 115 kardinal dari 48 negara pada konklaf terakhir tahun 2013. Pertumbuhan ini mencerminkan upaya mendiang Paus Fransiskus untuk memperluas jangkauan Gereja selama 12 tahun masa kepemimpinannya.
Paus Fransiskus, kelahiran Argentina, yang wafat bulan lalu, terpilih pada akhir hari kedua setelah lima putaran pemungutan suara. Delapan tahun sebelumnya, dibutuhkan dua hari dan empat putaran suara untuk mengangkat Paus Benediktus XVI dari Jerman ke tahta kepausan. Nantinya, asap putih dari cerobong akan menjadi tanda terpilihnya pemimpin baru Gereja Katolik Dunia itu.
Sementara melansir The Guardians, berikut para kardinal yang jadi kandidat kuat pengganti Paus Fransiskus dalam konklaf kali ini:
Pietro Parolin, 70 tahun, Italia
Pietro Parolin telah menjabat sebagai Sekretaris Negara Vatikan sejak 2013. Ia dikenal sebagai kandidat moderat dan “kelanjutan” dari kepemimpinan Fransiskus, karena kedekatannya dengan mendiang paus. Parolin berperan penting dalam urusan diplomatik Vatikan, termasuk negosiasi sensitif dengan China dan pemerintah di Timur Tengah. Ia dianggap sebagai perwakilan paus yang andal oleh para diplomat sekuler.
Pada 2018, ia menjadi motor di balik kesepakatan kontroversial dengan pemerintah China soal pengangkatan uskup, yang dikritik sebagian pihak sebagai bentuk kompromi berlebihan dengan rezim komunis. Kritikusnya menilai Parolin sebagai seorang modernis dan pragmatis yang lebih mengutamakan solusi diplomatis dibandingkan kebenaran teologis yang tegas. Sebaliknya, para pendukungnya memandangnya sebagai idealis pemberani dan pendukung perdamaian.
Luis Antonio Tagle, 67 tahun, Filipina
Mantan Uskup Agung Manila ini akan menjadi paus Asia pertama, benua dengan pertumbuhan umat Katolik tercepat. Tagle pernah disebut-sebut sebagai penerus pilihan Paus Fransiskus dan kandidat kuat untuk melanjutkan agenda progresif mendiang paus.
Namun belakangan posisinya dianggap meredup. Ia pernah menyatakan bahwa sikap Gereja Katolik terhadap pasangan sesama jenis dan pasangan bercerai terlalu keras, meskipun ia tetap menentang aborsi di Filipina.
Peter Turkson, 76 tahun, Ghana
Peter Turkson akan menjadi paus kulit hitam pertama dalam beberapa abad terakhir. Ia vokal dalam isu-isu seperti krisis iklim, kemiskinan, dan keadilan ekonomi, sambil tetap mempertahankan ajaran tradisional Gereja tentang imamat, pernikahan antara pria dan wanita, serta homoseksualitas.
Meski demikian, pandangannya tentang isu terakhir cenderung melunak. Ia pernah berpendapat bahwa hukum anti-LGBT di banyak negara Afrika terlalu keras. Ia juga dikenal lantang bicara soal korupsi dan hak asasi manusia.
Robert Francis Prevost, 69 tahun, Amerika Serikat
Meski Vatikan selama ini menolak ide paus asal AS karena status negara itu sebagai adidaya dunia dan pengaruh globalnya yang sekuler, Prevost tetap patut diperhitungkan.
Kardinal kelahiran Chicago ini diangkat oleh Fransiskus pada 2023. Ia pernah memimpin Ordo Agustinus dan ditunjuk menjadi anggota Dikasteri untuk Uskup, badan yang mengawasi pemilihan uskup di seluruh dunia. Pengalamannya sebagai misionaris di Peru, di mana ia menjabat Uskup Chiclayo, dinilai bisa menambah bobotnya di mata para kardinal.
Péter Erdő, 72 tahun, Hungaria
Erdő adalah kandidat konservatif terkemuka dan advokat kuat ajaran serta doktrin Katolik tradisional. Ia akan mewakili pergeseran besar dari pendekatan Fransiskus.
Erdő dikenal luas sebagai intelektual dan pribadi berbudaya. Ia merupakan kandidat favorit mendiang Kardinal George Pell, yang yakin Erdő akan memulihkan tata kelola hukum di Vatikan pasca-Fransiskus.
Pada 2015, Erdő tampak sejalan dengan Viktor Orbán Perdana Menteri nasionalis Hungaria, saat ia menentang seruan Paus Fransiskus agar gereja-gereja menerima para migran.
Matteo Zuppi, 69 tahun, Italia
Zuppi, yang diangkat menjadi kardinal oleh Fransiskus pada 2019, dianggap berada di sayap progresif Gereja dan diharapkan melanjutkan warisan Paus Fransiskus. Ia dikenal peduli terhadap kaum miskin dan terpinggirkan, serta relatif terbuka dalam isu hubungan sesama jenis.
Dua tahun lalu, ia ditunjuk sebagai utusan perdamaian Vatikan untuk Ukraina. Dalam kapasitas itu, ia mengunjungi Moskow untuk mendorong “gestur kemanusiaan” dan bertemu Patriark Kirill, pemimpin Gereja Ortodoks Rusia sekaligus sekutu Vladimir Putin. Ia juga telah bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
José Tolentino Calaça de Mendonça, 59 tahun, Portugal
Sebagai salah satu kandidat termuda, usia Tolentino bisa menjadi penghalang para kardinal ambisius mungkin enggan menunggu 20-30 tahun lagi sebelum ada konklaf berikutnya.
Ia pernah menuai kontroversi karena simpatinya terhadap pandangan toleran dalam isu hubungan sesama jenis dan kedekatannya dengan seorang biarawati feminis pendukung tahbisan perempuan serta pro-choice. Ia dekat dengan Fransiskus dalam banyak isu, dan berpendapat bahwa Gereja harus terlibat dengan budaya modern.
Mario Grech, 68 tahun, Malta
Grech sebelumnya dikenal sebagai tradisionalis, tetapi mulai merangkul pandangan yang lebih progresif sejak terpilihnya Fransiskus pada 2013. Para pendukungnya menilai perubahan pandangannya menunjukkan kapasitas untuk bertumbuh. Ia pernah mengkritik pemimpin politik Eropa yang membatasi aktivitas kapal NGO dan menyatakan dukungannya terhadap diakon perempuan.
Pierbattista Pizzaballa, 60 tahun, Italia
Sejak 2020, Pizzaballa menjabat sebagai Patriark Latin Yerusalem, peran penting dalam membela minoritas Kristen di Tanah Suci. Setelah perang Hamas dan Israel sejak 7 Oktober 2023, ia menawarkan diri sebagai sandera untuk ditukar dengan anak-anak yang ditahan Hamas di Gaza.
Ia mengunjungi Gaza pada Mei 2024 setelah berbulan-bulan negosiasi. Ia diperkirakan akan melanjutkan beberapa aspek kepemimpinan Fransiskus, meski jarang memberikan pernyataan publik soal isu kontroversial.
Robert Sarah, 79 tahun, Guinea
Sarah adalah kardinal tradisionalis dan ortodoks, yang pernah mencoba memposisikan diri sebagai “otoritas tandingan” bagi Fransiskus, menurut pengamat Vatikan. Pada 2020, ia ikut menulis buku bersama Paus Emeritus Benediktus XVI yang membela selibat imam langkah yang dilihat sebagai tantangan terhadap otoritas Fransiskus.
Ia mengecam “ideologi gender” yang disebutnya sebagai ancaman bagi masyarakat, dan juga bicara lantang menentang fundamentalisme Islam. Seperti Turkson, ia juga berpotensi menjadi paus kulit hitam pertama dalam beberapa abad. (bil/ham)