
Pagelaran Budaya SMA Kristen Masa Depan Cerah (MDC) Surabaya tahun ini menghadirkan pertunjukan ketoprak dan wayang orang oleh seluruh kelas X dan XI, pada Jumat (16/5/2025).
Acara ini menjadi wadah siswa untuk mengenal dan mencintai budaya Jawa secara kreatif dan kontekstual serta menjadi salah satu kriteria penilaian.
Kelas 11.3 membuka pagelaran dengan lakon Joko Tarub yang dibawakan secara jenaka dan segar lewat campuran bahasa Jawa halus, ngoko, Indonesia, hingga bahasa gaul.
Jovelyn, koordinator kelas 11.3, proses latihan dilakukan selama lima bulan untuk mendapatkan hasil yang sesuai ekspetasi.
“Persiapannya sampai lupa berapa lama, karena lama sekali sudah latiannya. Kurang lebih lima bulan kita latihan,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa mereka memilih ketoprak karena tidak semua orang paham bentuk seni ini.
“Ketoprak itu nggak semua orang tahu maksudnya, jadi kita inisiatif untuk menunjukkan keindahan ketoprak,” jelasnya.
Adapun tantangan terbesar menurut mereka adalah menyatukan banyak ide dalam satu konsep yang utuh.
“Yang paling sulit untuk memadukan ide-ide 16 orang, tapi ini sudah melebihi ekspektasi kita,” kata Jovelyn.
Adapun penampilan kelas 10.2 menghadirkan Karno Gugur dengan pesan tentang keberanian dan keteguhan pilihan. Medilyn, koordinator kelas, menyebut ada tantangan yang dialami selama proses latihan.
“Drama pas persiapan ini ada banget karena nggak 100 persen mulus dan sesuai rencana,” katanya.
Ia juga menjelaskan nilai yang dapat dipetik dari penampilan yang disuguhkan kelasnya pada para penonton.
“Filosofi nilai yang ingin kita tunjukkan adalah ‘finishing well’, karena Karno gugur tidak mati sia-sia. Meskipun di pihak yang salah, dia tetap melanjutkan apa yang telah dia pilih dengan tuntas,” katanya.
Sementara itu, kelas 11.2 membawakan Keong Mas, menyentuh penonton lewat kisah ketabahan seorang perempuan yang menghadapi cobaan hidup.
Di tengah acara, para guru memberikan penampilan kejutan berupa tarian tradisional dan nyanyian Rek Ayo rek.
Penampilan setelahnya yaitu Gatotkaca Lair oleh kelas 10.3, disusul penampilan 11.1 lewat Bandung Bondowoso yang menyuguhkan kisah tentang kepercayaan dan pengkhianatan dengan pendekatan teatrikal yang kuat.
Kelas 10.1 menghadirkan kisah cinta Rama Shinta dengan gaya emosional dan puitis, sementara kelas 11.4 menutup acara dengan Aryo Penangsang yang menonjol dalam sisi narasi dan pendalaman karakter.
Setiap penampilan menunjukkan jika siswa mampu mengolah kembali cerita-cerita budaya dengan gaya yang segar, relevan, dan penuh semangat zaman, tanpa kehilangan nilai-nilai luhur yang dikandungnya.(dra/kak/iss)