Sabtu, 5 Juli 2025

Riset WHO: 1 dari 6 Orang di Dunia Alami Kesepian yang Pengaruhi Kesehatan Mental

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi - Seseorang yang sedang berkonsultasi dengan psikolognya. Foto: iStock

World Health Organization (WHO) pada, Senin (30/6/2025) lalu, merilis sebuah laporan yang menyatakan sekitar satu dari enam orang di dunia mengalami kesepian.

Kondisi ini, menurut WHO, tak hanya mempengaruhi kesejahteraan mental, tapi juga menimbulkan risiko serius bagi kesehatan, termasuk meningkatkan kemungkinan kematian dini.

Apalagi dari catatan organisasi kesehatan itu, setiap tahunnya, lebih dari 871 ribu nyawa hilang akibat kesepian, setara dengan sekitar 100 kematian setiap jam.

“Dalam Laporan ini, kami menyibak tirai tentang kesepian dan isolasi sebagai tantangan utama di zaman kita. Komisi kami menjabarkan peta jalan tentang bagaimana kita dapat membangun kehidupan yang lebih terhubung dan menggarisbawahi dampak besar yang dapat ditimbulkannya terhadap hasil kesehatan, pendidikan, dan ekonomi,” kata Dr. Vivek Murthy, Wakil Ketua Komisi Hubungan Sosial WHO dalam laman resmi organisasi itu yang dikutip, Jumat (4/7/2025).

Dia menjelaskan, koneksi sosial mencakup cara seseorang menjalin relasi dan berinteraksi. Sementara itu, kesepian adalah rasa sakit akibat jarak antara harapan dan kenyataan dalam hubungan sosial. Adapun isolasi sosial adalah kurangnya koneksi secara objektif.

“Di zaman ini, ketika kemungkinan untuk terhubung tidak terbatas, semakin banyak orang yang merasa terisolasi dan kesepian,” tambah Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO.

Menurutnya, terlepas dari dampak yang ditimbulkannya terhadap individu, keluarga, dan masyarakat, jika tidak ditangani, kesepian dan isolasi sosial akan terus membebani masyarakat dalam hal perawatan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan.

“Saya menyambut baik laporan Komisi, yang menyoroti skala dan dampak dari kesepian dan isolasi, dan menguraikan area-area utama di mana kita dapat membantu orang-orang untuk terhubung kembali dengan cara-cara yang paling penting,” ujarnya.

Data WHO juga menunjukan, kesepian dapat dialami siapa saja, namun paling banyak dirasakan oleh remaja dan masyarakat di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Sekitar 17–21 persen remaja usia 13 hingga mencapai usia dewasa di 29 tahun, mengaku pernah merasa kesepian, dengan angka tertinggi tetap pada kelompok remaja. Selain itu, di negara berpenghasilan rendah, 24 persen masyarakat merasa kesepian, dua kali lipat dibanding negara berpenghasilan tinggi (11 persen).

Chido Mpemba, Wakil Ketua Komisi Hubungan Sosial WHO dan Penasihat Ketua Uni Afrika menyampaikan, meskipun dunia sekarang terhubung secara digital, banyak anak muda yang tetap merasa sendiri.

Menurutnya, saat teknologi semakin mengambil peran besar dalam kehidupan, penting untuk memastikan bahwa teknologi mendukung hubungan antar manusia, bukan malah menghambatnya.

Ia menekankan bahwa koneksi sosial perlu menjadi bagian dari kebijakan di berbagai sektor, mulai dari akses digital hingga kesehatan, pendidikan, dan ketenagakerjaan.

Faktor penyebab kesepian dan isolasi sosial meliputi kesehatan buruk, pendapatan dan pendidikan rendah, tinggal sendiri, kurangnya infrastruktur sosial, kebijakan publik yang lemah, serta penggunaan teknologi digital.

Penggunaan gawai berlebihan dan pengalaman negatif di dunia maya juga dapat berdampak pada kesehatan mental anak muda.

Adapun upaya mengurangi kesepian dan isolasi sosial dapat dilakukan mulai dari individu hingga tingkat nasional. Langkah-langkahnya termasuk meningkatkan kesadaran publik, mengubah kebijakan, membangun infrastruktur sosial seperti taman dan perpustakaan, serta menyediakan layanan intervensi psikologis.

Kesepian adalah pengalaman umum, dan setiap orang dapat berkontribusi menguranginya. Tindakan sederhana seperti menyapa tetangga, menyimpan ponsel saat berbicara, bergabung dalam komunitas, atau menjadi relawan dapat membawa dampak positif. Jika kesepian terasa berat, penting untuk mencari bantuan yang tersedia.

WHO juga menyerukan agar negara, komunitas, dan individu menjadikan koneksi sosial sebagai prioritas utama dalam kebijakan kesehatan masyarakat. (ata/bil/iss)

Berita Terkait


Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Sabtu, 5 Juli 2025
25o
Kurs