
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut rencana pemerintah untuk menerapkan pajak terhadap pelaku usaha di niaga elektronik (e-commerce) tak akan memberikan dampak terhadap kelangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Iqbal Shoffan Shofwan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen PDN) Kemendag menyampaikan, penerapan pajak tersebut dinilai cukup adil, sehingga skema perpajakan antara pedagang daring dan luring berlaku sama.
“So far sih nggak ya (pengaruh ke pedagang UMKM). Karena yang dibebankan itu kan terhadap mereka yang omzet tahunnya itu di atas Rp500 juta, yang di bawah itu sih nggak ya,” kata Iqbal di Jakarta, Senin (4/8/2025).
Ia menjelaskan, rata-rata omzet UMKM belum mencapai Rp500 juta per tahun, sehingga tidak akan terkena pajak penghasilan.
“Itu fair, saya pikir. Di atas Rp500 juta kan berarti kan bukan usaha mikro ya, usaha kecil dan menengah yang omzetnya di atas itu setahun,” ucapnya, dilansir dari Antara.
Sebagai catatan, Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan resmi meneken Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 pada 11 Juni 2025 dan diundangkan pada 14 Juli 2025 untuk menunjuk lokapasar sebagai PPMSE untuk memungut pajak dari pedagang daring.
Besaran PPh 22 yang dipungut yaitu sebesar 0,5 persen dari omzet bruto yang diterima pedagang dalam setahun.
Pungutan itu di luar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM).
Adapun pedagang yang menjadi sasaran kebijakan ini adalah yang memiliki omzet di atas Rp500 juta, dibuktikan dengan surat pernyataan baru yang disampaikan ke lokapasar tertunjuk.
Sedangkan pedagang yang memiliki omzet di bawah Rp500 juta terbebas dari pungutan ini.
Pengecualian juga berlaku untuk sejumlah transaksi lain, seperti layanan ekspedisi dan ojek online atau ojol, penjual pulsa, hingga perdagangan emas. (ant/dis/saf/ipg)