Selasa, 12 Agustus 2025

Pengamat: Anggaran Pendidikan Besar, Tapi Gaji Guru Tetap Kecil karena Salah Sasaran

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Ilustrasi.

Ubaid Matraji pengamat Pendidikan sekaligus Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai akar masalah gaji guru kecil meski porsi anggaran besar karena pemerintah selama ini salah sasaran.

Itu diungkapkan saat mengudara dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Selasa (12/8/2025) menanggapi pidato Sri Mulyani Menteri Keuangan di Institut Teknologi Bandung Kamis (7/8/2025) lalu yang menyinggung ketidakkesanggupan negara memberi guru gaji kecil karena terbatasnya anggaran.

Menurut Ubaid, 20 persen porsi pendidikan dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Rp724,3 triliun itu presentase yang sangat besar. Namun jika gaji guru dan dosen masih kecil, ia menilai ada tatanan yang salah.

“Jadi ada yang salah menentukan sasaran penerima anggaran pendidikan. Kalau anggaran besar yang diterima besar itu pas. Kalau anggaran besar, gaji memprihatinkan ya berarti yang menikmati siapa,” bebernya.

Sumber masalah gaji guru dan dosen masih kecil, menurutnya karena diduga bukan prioritas. Susunan ideal menurutnya anggaran pendidikan untuk siswa, lalu urutan kedua untuk guru. Peralatan atau kebutuhan lain, berada di urutan setelahnya.

“Kalau mau belajar tanpa guru gimana, kuliah tanpa dosen jadi kuliah enggak? Mestinya penerima manfaat dalam pendidikan pertama murid, kedua guru,” imbuhnya.

Kesejahteraan 100% guru, lanjut Ubaid, harus dipandang pemerintah sebagai hak, bukan hadiah yang perlu diberikan. Itu sesuai amanat UUD 1945 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.

“Mau ganti kurikulum berkali-kali, kalau guru melempem, karena data hasil uji kompetensi guru, sampai hari ini 70% guru masih di bawah standar nasional,” bebernya.

Jika tidak dilakukan, masa depan profesi guru dan dosen terancam tidak ada penerus, karena minimnya kesejahteraan. Parahnya, akan diisi oleh orang yang tak punya kompetensi.

“Calon-calon guru ini akan diisi oleh kualitas buruk yang ngelamar ke sana kemari enggak keterima. Kalau punya cita-cita Indonesia Emas ya enggak ada negara maju yang manusianya bodoh,” tambahnya lagi.

Selain soal kesejahteraan guru, ia juga menyoroti ketidakmaksimalan anggaran untuk menjamin hak pendidikan anak.

“Indonesia merdeka 80 tahun, masih ada 4 juta anak Indonesia yang sekolah aja enggak bisa,” tandasnya.

Sebagai informasi alokasi anggaran pendidikan itu terbagi menjadi tiga klaster. Pertama, mendukung murid dan mahasiswa, mencakup Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah untuk 1,1 juta mahasiswa, Program Indonesia Pintar (PIP) untuk 20,4 juta siswa, dan BOS untuk 9,1 juta siswa.

Klaster II pendanaan untuk tenaga pendidik, meliputi gaji dan tunjangan profesi guru (TPG) non-PNS bagi 477.700 guru, sertifikasi untuk 666.900 guru, serta tunjangan kinerja (tukin) bagi dosen butuh basis kinerja yang jelas.

Terakhir, klaster III pembiayaan sarana prasarana, termasuk pembangunan atau rehabilitasi 22.000 sekolah, serta digitalisasi pendidikan dan infrastruktur lainnya. (lta/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Selasa, 12 Agustus 2025
31o
Kurs