Kamis, 14 Agustus 2025

Menjahit Benang Merah di Tengah Kebisingan Royalti Musik

Laporan oleh Eddy Prastyo
Bagikan
Ilustrasi Royalti Musik

Ada saatnya, ketika arus wacana sudah terlalu deras dan riuh, saya memilih untuk menekan tombol jeda. Menarik napas panjang, menahan diri dari godaan ikut meramaikan percakapan, dan memilih untuk melihat semuanya dari jarak aman.

Jeda ini bukan bentuk pengunduran diri, melainkan strategi untuk membersihkan lensa. Agar yang terlihat bukan sekadar riuh di permukaan, tetapi juga aliran arus di bawahnya.

Dalam keheningan yang sengaja saya ciptakan, saya mulai mengumpulkan serpihan informasi dari berbagai sudut. Potongan berita dari media massa; pernyataan pejabat yang terdengar tegas tapi sering terlepas dari konteks; keluhan pelaku usaha yang bergema di ruang publik; suara musisi yang kadang selaras, kadang saling bertolak belakang; hingga cuitan emosional di media sosial yang menyebar lebih cepat daripada klarifikasi resmi. Semua saya tata dalam kelompok-kelompok sederhana, seperti menyortir potongan puzzle yang berserakan, agar pola-pola awal mulai muncul.

Dengan bantuan AI, saya melepaskan prompt berlampir perintah untuk merambah dan mengukur sentimen publik sebulan terakhir. Mesin membaca ribuan frasa, mengukur nadanya, dan memetakan sentimen yang terkandung: ada dukungan penuh bagi perlindungan hak cipta; ada resistensi yang lahir dari rasa empati pada UMKM; ada nada curiga yang menyoal transparansi lembaga pengelola; ada pula solidaritas simbolik dari sebagian musisi yang memilih membebaskan lagunya untuk usaha kecil.

Polanya bukan sekadar garis tegas pro dan kontra. Melainkan jalinan benang kusut yang menghubungkan, menguatkan, atau justru melemahkan posisi masing-masing pihak.

Dari situ terlihat, pemerintah lewat Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum RI membawa pesan hukum yang sah secara undang-undang, namun sering gagal menjelma menjadi narasi publik yang utuh dan mudah dipahami.

Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) memegang mandat teknis, tetapi tidak menyalakan lampu transparansi yang bisa menenangkan curiga.

Musisi terbelah antara loyal pada prinsip dan empati pada pelaku usaha kecil, sebuah dilema yang di mata publik justru terlihat kontradiktif.

Pelaku usaha terombang-ambing antara mencari kejelasan dan membangun resistensi, lebih banyak bersuara lewat keluhan daripada menawarkan jalan keluar.

Media memberi panggung luas bagi suara emosional yang memancing klik, sementara klarifikasi sering datang terlambat.

Politisi, seperti biasa, menyusupkan agenda masing-masing, memanfaatkan momentum untuk skoring politik.

Dari jarak ini, gambarnya menjadi jelas: yang hilang bukan hanya kejelasan aturan, tapi juga kesatuan pesan. Semua bicara, tapi tidak ada yang benar-benar saling mendengar. Publik pun menelan narasi yang retak-retak, membentuk persepsi yang sulit dipulihkan.

Maka, solusi yang masuk akal bukan sekadar perbaikan teknis di ranah hukum, tapi juga penyatuan orkestrasi pesan.

Pemerintah dan LMKN harus berbicara dengan satu suara, melalui satu kanal informasi resmi yang sederhana namun lengkap, menjawab dengan gamblang siapa yang wajib membayar, kapan, berapa, dan ke mana uang itu mengalir.

Musisi perlu duduk di meja yang sama, menyepakati bahasa yang konsisten, mengakui tantangan UMKM sambil menegaskan urgensi royalti bagi keberlangsungan karya.

Pelaku usaha harus berhenti membiarkan emosi jadi satu-satunya corong, dan mulai mengajukan format pembayaran yang realistis.

Media, jika mau, bisa mengubah dirinya dari arena adu emosi menjadi ruang literasi publik yang mendinginkan suhu debat.

Jeda yang saya ambil membuktikan, kebisingan itu sering kali lahir bukan dari perbedaan pendapat, melainkan dari kegagalan kita menenun satu benang merah. Dan selama benang itu tetap putus, musik akan terus terdengar di ruang publik. Namun yang tersisa hanyalah suara bising, tanpa harmoni, tanpa rasa.

Eddy Prastyo | Editor in Chief | Suara Surabaya Media

“Menata Nada, Menjernihkan Suara”

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Kamis, 14 Agustus 2025
26o
Kurs