Kamis, 14 Agustus 2025

Wawasan Polling Suara Surabaya: Mayoritas Masyarakat Sepakat Indonesia Belum Sejahtera di HUT ke-80

Laporan oleh Akira Tandika Paramitaningtyas
Bagikan
Logo HUT Ke-80 RI. Foto: /hut80ri.setneg.go.id

Pada tanggal 17 Agustus 2025, Republik Indonesia akan merayakan ulang tahun ke-80. Bersamaan dengan itu, Prabowo Subianto presiden secara resmi telah meluncurkan logo dan tema perayaan HUT sejak Juli 2025 lalu yakni, “Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”.

Presiden menilai tema itu mencerminkan arah perjuangan dan visi besar bangsa Indonesia saat ini juga di masa depan. Momen peringatan 80 tahun kemerdekaan bukan hanya ajang seremonial, tapi sebagai refleksi dan pemersatu bangsa.

Prabowo juga berharap, pada HUT ke-80 RI ini, rakyatnya kian sejahtera, yang diartikan sebagai masyarakat yang bisa menikmati kemakmuran utuh, tidak miskin, tidak menderita kelaparan, menikmati pendidikan, mampu mengimplementasikan kesetaraan gender, dan merasakan fasilitas kesehatan.

Namun, pada 2023 lalu, Prof Todung Mula Lubis senior bidang hukum pernah menyampaikan dalam kuliah umum di Universitas Gadjah Mada (UGM), bahwa kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu persoalan Indonesia sebagai negara berkembang. Bertahun-tahun sejak kemerdekaan, penjaminan kesejahteraan sosial jadi prioritas utama dalam setiap program pemerintah.

Dia juga menyampaikan bahwa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai negara dengan sumber daya yang melimpah. Tapi, masih belum bisa menemukan realisasi yang tepat soal pengelolaan ekonomi, agar kepentingan masyarakat sepenuhnya sebagai prioritas.

Menurutnya, sejak zaman reformasi banyak ide-ide yang muncul. Namun pada implementasi idenya hanya dijadikan bahan politik, tidak benar-benar dikelola dan dialokasikan untuk kepentingan bersama.

Di usia Indonesia yang ke-80 tahun ini, Apakah menurut Anda rakyat sudah sejahtera?

Dalam diskusi di program Wawasan Polling Suara Surabaya, Kamis (14/8/2025) pagi, mayoritas masyarakat sepakat Indonesia belum sejahtera.

Dari data Gatekeeper Radio Suara Surabaya, 81 persen atau 175 pemilih menyebut Indonesia belum sejahtera. Kemudian 14 persen atau 31 pemilih menyebut Indonesia sudah sejahtera dan 5 persen atau 11 pemilih, masih bingung.

Sementara, berdasar data di Instagram @suarasurabayamedia, sebanyak 92 persen atau 585 orang sepakat rakyat Indonesia belum sejahtera. Kemudian 8 persen atau 49 peserta menyebut Indonesia sudah sejahtera.

Mengenai tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia, Prof Bagong Suyanto Guru Besar Departemen Sosiologi Universitas Airlangga (Unair) menerangkan, parameter kesejahteraan itu beragam dan bukan ukuran absolut.

“Kalau secara relatif, biasanya diukur dengan kondisi struktur di mana masyarakat itu hidup. Tapi kalau dibandingkan dengan zaman penjajahan dahulu, saat ini masyarakat jauh lebih istimewa,” terangnya saat onair di Radio Suara Surabaya, Kamis (14/8/2025).

Dalam sosiologi, kesejahteraan kaitannya dengan kelayakan. Dalam hal ini, Prof Bagong mengambil contoh seperti pembagian margin sebuah produk.

“Misal, hasil pertanian berupa beras. Dari panen hingga dijual ke toko, tentu saja harganya berbeda. Ada margin keuntungan di sana. Tapi selama ini yang kita lihat adalah risiko lebih banyak dibebankan pada masyarakat kecil,” ujarnya.

Sehingga, lanjut Prof Bagong, sudah menjadi tugas negara untuk hadir dan memastikan bahwa masyarakatnya telah hidup sejahtera dan merata.

Meski begitu, Prof Bagong melihat saat ini arah kebijakan yang diambil oleh pemerintahan Prabowo sudah mengarah ke pihak masyarakat.

Menurut Prof Bagong, kesejahteraan di Indonesia belum merata. Hanya golongan derajat sentralitas atau mereka yang dekat dengan pemerintahan saja yang paling banyak merasakan kesejahteraan itu.

“Alasannya adalah, karena mereka yang masuk dalam derajat sentralitas memiliki peluang berkembang lebih besar daripada mereka yang berada di luar golongan itu,” jelasnya.

Struktur masyarakat di Indonesia, kata Prof Bagong, berbentuk piramida. Di mana ada kesenjangan luar biasa antara masyarakat kalangan atas hingga bawah.

Bahkan, berdasar data, orang terkaya di Indonesia hanya ada 4 dengan total kekayaan setara dengan 100 juta orang miskin. Menurut Prof Bagong, hal ini adalah ironi.

“Masyaraka miskin akan kesusahan melakukan mobilitas secara vertikal di tengah struktural yang rigid dan terpolarisasi. Sehingga, usaha-usaha kecil tidak memiliki peluang untuk bersaing dengan usaha kapitalis,” tandasnya.(kir/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Kamis, 14 Agustus 2025
30o
Kurs