
Nilai tukar Rupiah pada penutupan perdagangan, pada Rabu (27/8/2025) sore, melemah 69 poin atau 0,43 persen menjadi Rp16.368 per Dollar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.299 per Dollar AS.
Terkait itu, Taufan Dimas Hareva Research and Development Indonesia Commodity and Derivatives Exchange ICDX mengatakan, pelemahan nilai tukar (kurs) Rupiah akibat peningkatan permintaan aset safe haven di tengah ketidakpastian global.
“Pelemahan ini terjadi seiring menguatnya indeks Dollar AS (Amerika Serikat) akibat meningkatnya permintaan aset safe haven di tengah ketidakpastian global,” ujarnya, di Jakarta, pada rabu (27/8/2025) dilansir Antara.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga melemah ke level Rp16.355 per Dollar AS dari sebelumnya Rp16.277 per Dollar AS.
Salah satu sentimen berasal dari konflik Rusia–Ukraina yang kembali memanas. Sehingga mendorong investor beralih ke Dollar.
Di samping itu, pasar juga disebut masih menimbang sikap Federal Reserve (The Fed) yang cenderung hawkish dan belum menunjukkan sinyal pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat.
“Kondisi ini menambah tekanan bagi mata uang emerging markets, termasuk Rupiah,” ungkap Taufan.
Melihat faktor domestik, pelemahan Rupiah diperburuk sentimen politik domestik terkait kasus korupsi pejabat publik yang mempengaruhi persepsi investor terhadap stabilitas Indonesia.
Namun, ada katalis positif dari adanya penandatanganan kesepakatan antara Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) dengan perusahaan Tiongkok, GEM Limited, untuk mengembangkan pusat pengolahan nikel ramah lingkungan senilai 8,3 miliar Dollar AS.
“Kesepakatan strategis ini memberi harapan jangka menengah-panjang bagi Rupiah karena berpotensi meningkatkan arus modal asing dan memperkuat sektor hilirisasi,” ucapnya.
Dia berkesimpulan, faktor eksternal masih mendominasi sentimen terhadap kurs Rupiah, mulai dari geopolitik global hingga ketidakpastian kebijakan moneter AS.(ant/dis/ham/rid)