Minggu, 21 September 2025

Serangan Terbaru Israel Akibatkan 91 Warga Palestina di Gaza Meninggal, Termasuk Keluarga Dokter Terkemuka

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Asap mengepul ke udara di Kota Gaza setelah terjadi serangan brutal Israel dari udara pada 12 September 2025. Foto: Xinhua

Serangan terbaru pasukan Israel pada, Sabtu (20/9/2025), dilaporkan menewaskan 91 warga Palestina di Gaza hanya dalam satu hari. Korban termasuk anggota keluarga seorang dokter ternama, dan empat orang yang berada di atas truk saat mencoba melarikan diri dari Kota Gaza utara.

Serangan itu terjadi ketika pasukan Israel terus melancarkan serangan udara dan darat untuk merebut pusat perkotaan terbesar di wilayah kantung tersebut, serta memaksa penduduknya pindah ke zona konsentrasi di bagian selatan.

Melansir Al Jazeera, militer Israel mengebom rumah-rumah warga, sekolah yang dijadikan tempat pengungsian, tenda-tenda warga yang kehilangan tempat tinggal, serta sebuah truk yang mengangkut warga sipil yang mencoba keluar dari Kota Gaza sesuai perintah militer. Sedikitnya 76 orang dilaporkan tewas dalam serangan tersebut.

Di pagi hari, rumah keluarga Dr. Mohammed Abu Salmiya, Direktur Rumah Sakit al-Shifa, rumah sakit terbesar di Kota Gaza pun ikut menjadi sasaran. Serangan itu menewaskan sedikitnya lima orang, termasuk saudara laki-lakinya, istri sang saudara, dan anak-anak mereka.

“Saya terkejut dan hancur melihat jenazah saudara dan istrinya,” kata Abu Salmiya kepada AFP saat ia tengah bertugas di instalasi gawat darurat.

“Sekarang apa pun bisa terjadi, ketika orang-orang terdekatmu datang sebagai martir atau korban luka.”

Hamas mengecam serangan tersebut sebagai pesan teror berdarah yang ditujukan kepada para dokter agar meninggalkan Kota Gaza.

Mereka juga menegaskan sejak perang dimulai pada Oktober 2023, pasukan Israel telah membunuh sekitar 1.700 tenaga kesehatan dan menahan 400 lainnya.

Serangan lain menghantam sebuah truk yang membawa pengungsi Palestina di kawasan Nasr, Kota Gaza. Sedikitnya empat orang tewas yang bergelimpangan di jalan.

Hind Khoudary Reporter Al Jazeera dari az-Zawayda, Gaza tengah, menyebut para korban merupakan bagian dari ribuan warga yang berusaha lari dari bombardir, tembakan artileri, dan drone bersenjata Israel.

“Pasukan Israel juga menggunakan robot bermuatan peledak yang menghancurkan seluruh kawasan. Beberapa warga mengatakan setiap kali robot itu meledak, rasanya seperti gempa bumi,” ujar Khoudary.

Dia menambahkan, tim penyelamat dan tenaga medis kesulitan menjangkau korban yang terjebak karena kondisi yang sangat berbahaya.

Menurut Pertahanan Sipil Palestina di Gaza, serangan Israel yang dimulai Agustus lalu telah memaksa lebih dari 450 ribu orang meninggalkan Kota Gaza. Padahal sebelumnya, jumlah penduduk di kawasan itu mencapai sekitar satu juta jiwa.

Militer Israel sendiri memperkirakan telah menghancurkan hingga 20 menara bertingkat dalam dua pekan terakhir. Akibatnya, warga Palestina yang mengungsi kini kesulitan mencari tempat berlindung.

“Kondisinya benar-benar memilukan. Kami melihat tenda-tenda berdiri di pinggir jalan, di tempat tanpa air, listrik, maupun infrastruktur. Warga Palestina tidak punya pilihan lain,” tambah Khoudary.

Kondisi pengungsian makin memburuk

Michail Fotiadis, perwakilan organisasi medis internasional Doctors Without Borders (MSF), menuturkan kondisi di al-Mawasi, wilayah selatan yang ditunjuk Israel sebagai area pengungsian, sangat memprihatinkan.

“Semua orang mencari tempat untuk mendirikan tenda, tapi bahan-bahannya tidak tersedia. Saya bahkan melihat tenda-tenda berdiri di tepi laut, di area yang hanya berupa pasir,” katanya.

Menurutnya, akses air, layanan kesehatan, dan sanitasi sangat sulit, sehingga berisiko menimbulkan masalah kesehatan serius.

Sementara itu, sayap militer Hamas, Brigade Qassam, memperingatkan bahwa operasi militer Israel membahayakan 48 sandera yang masih ditahan di Gaza. Mereka merilis foto kompilasi para sandera dan menyebutnya sebagai “foto perpisahan”.

Protes besar di Israel

Di sisi lain, ribuan orang turun ke jalan di Tel Aviv ibu kota Israel, menuntut perang di Gaza segera diakhiri. Para demonstran juga mendesak Benjamin Netanyahu Perdana Menteri membuat kesepakatan dengan Hamas demi membebaskan para sandera, sekaligus meminta Donald Trump Presiden AS menekan Israel agar mencapai kesepakatan.

Namun, menurut Hamdah Salhut reporter Al Jazeera dari Amman, Yordania, protes itu belum memengaruhi kebijakan pemerintah Israel. “Justru anggota koalisi sayap kanan Netanyahu mengecam aksi ini, menyebutnya kontraproduktif dan hanya menguntungkan musuh Israel,” kata Salhut.

Keluarga sandera menegaskan, operasi militer yang terus diperluas bisa menjadi vonis mati bagi kerabat mereka. “Minggu demi minggu, kami menyaksikan protes ini semakin besar, bahkan sampai ke rumah Netanyahu di Yerusalem Barat, dengan pesan jelas: cukup sudah,” tambahnya.(bil/rid)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Gedung Ex-Bioskop Jalan Mayjen Sungkono

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Surabaya
Minggu, 21 September 2025
34o
Kurs