Senin, 29 September 2025

Pengamat Nilai Perubahan Kementerian BUMN Jadi Badan Pengatur Akan Kurangi Konflik Kepentingan

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Suasana Rapat Panja RUU BUMN di ruang Komisi VI DPR RI, Jumat (26/9/2025). Foto: Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Pemerintah akan mengubah status Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi Badan Pengaturan (BP). Seiring perubahan tersebut, para pegawai Kementerian BUMN akan ikut pindah ke badan baru ini. Perubahan nomenklatur ini merupakan hasil dari revisi undang-undang tentang BUMN.

Terkait hal ini, Toto Pranoto Pengamat BUMN sekaligus Dosek Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menilai langkah ini akan membuat tata kelola lebih ringkas, fokus, serta mengurangi konflik kepentingan yang selama ini muncul.

Selain itu, menurutnya pemisahan fungsi regulator yang kini diemban Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), sementara BP BUMN sebagai operator, akan memperbaiki tata kelola perusahaan-perusahaan milik negara tersebut.

“Kalau bentuk organisasinya masih kementerian, itu keretanya terlalu besar. Dengan diubah jadi badan pengatur, kerja BP BUMN nanti bisa lebih ringkas dan lebih fokus,” kata Toto saat mengudara di program Wawasan Suara Surabaya, Senin (29/9/2025).

Menurut Toto, Kementerian BUMN selama ini menjalankan fungsi ganda, yakni sebagai regulator sekaligus pemilik saham. Situasi itu kerap menimbulkan konflik kepentingan karena kepentingan politik dan bisnis bercampur dalam satu lembaga.

“Di rezim Kementerian BUMN sebelumnya, fungsi regulator dan pemilik tidak dipisahkan. Akhirnya kadang ada konflik kepentingan. Dengan model baru, fungsi regulator dipisah dari eksekutor. Jadi BP BUMN fokus pada regulasi dan pemegang saham seri A, sedangkan eksekusinya ada di BPI Danantara,” jelasnya.

Dengan pemisahan itu, Toto menilai tata kelola perusahaan pelat merah akan lebih sehat. Fungsi regulator bisa fokus pada pembuatan kebijakan strategis, seperti tata kelola, restrukturisasi, privatisasi, hingga penetapan standar good corporate governance.

Karenanya, pengamat BUMN dari UI itu berharap dua badan negara ini bisa bersinergi dan kinerja perusahaan milik negara bisa lebih sehat.

Toto menambahkan, model perubahan ini mirip dengan yang sudah diterapkan di beberapa negara, salah satunya Malaysia dengan Khazanah Nasional Berhad.

“Kalau ditanya kira-kira model tata kelola ke depan akan dekat ke mana, menurut saya itu akan mendekati Khazanah di Malaysia. Mereka membagi dua kelompok: yang komersial dan yang strategis. Untuk yang strategis target return-nya lebih rendah karena banyak mengurusi kebutuhan publik,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya kejelasan dalam penugasan pemerintah kepada BUMN, terutama terkait pembiayaan. Selama ini, banyak BUMN karya terbebani proyek infrastruktur besar tanpa dukungan finansial yang memadai.

“Kalau ada penugasan pemerintah, aspek finansialnya harus jelas jadi tanggung jawab negara lewat APBN. BUMN sebaiknya hanya sebagai operator. Dengan begitu, kasus BUMN karya yang sampai kesulitan finansial tidak terulang lagi,” ungkapnya.

Dia mencontohkan contoh penugasan pemerintah lainnya yang membebani BUMN, yaitu beban proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang diemban oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI).

“Kasus KAI ini contoh nyata. Mereka ditugasi untuk proyek kereta cepat Jakarta–Bandung, padahal menurut Undang-Undang Kereta Api, pembangunan infrastruktur mestinya menjadi tanggung jawab negara. KAI seharusnya hanya operator, bukan ikut menanggung investasi besar,” kata Toto.

Menurutnya, model penugasan seperti ini menyebabkan tekanan finansial yang berat bagi BUMN.

“KAI akhirnya mengalami kesulitan keuangan karena investasi yang seharusnya ditanggung negara justru dibebankan ke mereka. Situasi serupa juga terjadi pada BUMN karya di sektor infrastruktur,” ujarnya.

Tak Perlu Khawatir “Turun Kasta”

Meski demikian, dia tak menampik adanya kekhawatiran, dimana perubahan dari kementerian menjadi badan dianggap menurunkan status kelembagaan, Toto menilai hal itu bukan masalah utama.

“Memang kalau berubah dari kementerian jadi badan, secara kelembagaan bisa dibilang turun. Tapi yang terpenting bukan itu, melainkan bagaimana tata kelola diperbaiki. Apalagi pengawasan tetap kuat, ada Dewan Pengawas, DPR, sampai BPK yang bisa masuk melakukan audit,” ujarnya.

Toto optimistis, dengan pemisahan fungsi regulator dan eksekutor, BUMN bisa lebih fokus, sehat, dan berdaya saing. “Tujuan akhirnya adalah kinerja BUMN membaik dan kontribusinya untuk negara juga lebih besar,” tutupnya.(bil/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Gedung Ex-Bioskop Jalan Mayjen Sungkono

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Surabaya
Senin, 29 September 2025
29o
Kurs