Minggu, 21 Desember 2025

Fenomena Mesin Brebet, Pakar Otomotif ITS Sorot Metodologi Pengujian dan Dorong Uji Coba Dua Arah

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Proses uji visual BBM Pertalite di SPBU Jalan Kayoon Kota Surabaya menindaklanjuti aduan kendaraan brebet di Jatim, Rabu (29/10/2025). Foto: Meilita Elaine suarasurabaya.net

Lebih dari sepekan terakhir fenomena motor hingga mobil yang tiba-tiba brebet atau tersedat-sendat usai mengisi bahan bakar (BBM) jenis Pertalite menjadi perbincangan publik.

Walau Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Pertamina mengklaim hasil uji laboratorium dari beberapa SPBU menunjukan tidak ada yang salah dengan BBM tersebut, publik masih ragu.

Menanggapi hal itu, Profesor Bambang Sudarmanta Dosen Departemen Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya buka suara. Menurutnya, fenomena tersebut harus dilihat secara ilmiah dengan mempertimbangkan berbagai faktor penyebab yang mempengaruhi kinerja kendaraan.

“Terkait dengan kejadian pemakaian sepeda motor yang brebet setelah mengisi bahan bakar Pertalite, kita harus mengembalikan semuanya itu pada koridor ilmiah. Performance sepeda motor itu dipengaruhi oleh empat hal; bahan bakarnya, sepeda motornya sendiri, lingkungan, dan juga cara pengendaraannya,” jelasnya saat mengudara di program Wawasan Suara Surabaya, Senin (3/11/2025).

Ketua Science Techno Park (STP) Otomotive itu kemudian menegaskan, jika gangguan disebabkan oleh bahan bakar, maka ada beberapa kemungkinan teknis. Yaitu kualitas bahan bakar tidak konsisten, mengandung air, dan ada pengotor atau kontaminan lain.

Karenanya, Bambang menyoroti metodologi pengujian bahan bakar harus dilakukan dengan benar dan representatif. Contohnya, jika bahan bakar tercampur air, sampel harusnya diambil secara keseluruhan, bukan hanya bahan bakarnya saja.

“Pertalite dan air itu kan tidak bercampur. Jadi bagaimana sampel ujinya bisa mewakili kondisi bahan bakar yang diuji, ini juga membutuhkan metodologi yang tepat. Misalkan karakternya bensinnya di atas, airnya di bawah, terus kita mengambil sampelnya yang atas, berarti itu tidak mewakili kondisi campuran bahan bakar yang ada di tangki atau di SPBU,” jelasnya.

“Kalau yang diambil yang atas kan tidak ada airnya (yang tercampur). Jadi semisal di sebuah tangki isinya 100 liter, kita ambilnya 1 liter saja. Nah ini metodologinya, bagaimana sampel yang kita ambil ini bisa mewakili kondisi bahan bakar di tangki itu? Ini membutuhkan metodologi yang tepat,” tambahnya.

Kemudian, dia juga menekankan pentingnya uji sampel yang harusnya dilakukan dua arah untuk memastikan hasil pemeriksaan objektif dan adil. Bukan hanya dari SPBU, melainkan dari bahan bakar yang sudah ada di kendaraan masyarakat.

“Yang diuji itu sebaiknya dua arah. Bukan hanya dari sampelnya SPBU, tapi juga dari sampel bahan bakar yang sudah dipakai masyarakat. Jadi yang menyebabkan sepeda motor mogok atau brebet itu juga ikut diuji. Sehingga, apakah ada penyimpangan ini, hasil SPBU begini, hasil bensin yang dipakai masyarakat begini. Begitu mestinya,” ujarnya.

Untuk masyarakat yang motornya terlanjur mengalami gejala brebet, Bambang menyarankan agar segera menguras tangki dan membersihkan sistem bahan bakarnya. Kemudian diganti dengan bahan bakar yang kualitasnya lebih baik atau bersih.

“Dibilas dengan bahan bakar yang lebih baik atau bersih, misalnya Pertamax. Terus dicek distribusi bahan bakarnya, mulai tangki, filter, karburator atau injektor, semua dibersihkan,” sarannya.

Nantinya, hasil pengurasan juga disimpan agar menjadi bukti. “Jadi yang menyebabkan brebet itu bahan bakar yang ini,” jelasnya.

Rantai Pasok Juga Perlu Diperiksa

Selain itu, Bambang juga menilai rantai pasok bahan bakar perlu diperiksa, karena laporan gangguan yang datang terus menerus berasal dari berbagai daerah di Jatim. Ini membuktikan bukan hanya satu SPBU yang bermasalah, melainkan sumber pemasok hingga kilang asal yang patut dicek.

“Itu juga perlu ditinjau kesana, karena saya itu awalnya menduga kalau yang bermasalah motornya. Tapi ternyata laporannya lokasinya juga ya, beragam ini. Ada Surabaya, ada Sidoarjo, ada Malang, ada Bojonegoro, Tuban. Nah, ini sudah kalau sudah begini ini enggak dari satu SPBU ini. Ini dari banyak SPBU. Sehingga itu harus ditelusuri itu rantai pasoknya,” bebernya.

Karena itu, dia menilai langkah cepat dan tepat menjadi kunci agar fenomena brebet ini tidak semakin meluas dan berkepanjangan.

“SOP penyedia bahan bakar saya kira sudah ada dan baik, tapi pelaksanaannya yang perlu ditinjau lagi, apakah sudah cepat dan tepat. Karena kalau cepat saja tapi enggak tepat, ya enggak menyelesaikan masalah,” katanya.

Lebih jauh, Bambang juga sepakat dengan opini masyarakat yang menekankan perlunya uji pembanding independen, misalnya dengan melibatkan kampus atau lembaga akademik lain.

“Saya kira pihak kampus sangat terbuka. Kalau nanti ada ajakan dari Pertamina atau lembaga lain untuk meneliti bersama, kami siap. Karena bidang ini banyak dipelajari di teknik mesin, dan uji pembanding itu penting supaya keluar data yang lebih independen dan lebih fair,” ujarnya.

Menurutnya, sinergi dan transparansi informasi untuk mengembalikan kepercayaan publik itu penting.  Masyarakat dan penyedia bahan bakar harus saling terbuka.

“Informasi yang disampaikan juga harus lengkap dan kronologis. Kalau hasil uji dari Pertamina dan masyarakat berbeda, itu baru butuh analisis lebih dalam lagi,” pungkasnya.(bil/rid)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Minggu, 21 Desember 2025
26o
Kurs