Selasa, 11 November 2025

Empat Orang Meninggal Setiap Jam Akibat TBC, Lebih Tinggi dari Covid-19

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Prof. Sukardiono Deputi II Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan Kemenko PMK memberikan sambutan dalam Kick-Off Kampanye Temukan, Obati, Sampai Sembuh Tuberkulosis (TOSS TBC) di area Car Free Day (CFD) Jalan Tunjungan, Surabaya, Minggu (9/11/2025). Foto: Billy suarasurabaya.net

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengingatkan penyakit tuberkulosis (TBC) masih menjadi ancaman serius di Indonesia.

Berdasarkan data terbaru, empat orang meninggal setiap jam akibat TBC di Indonesia. Angka kematian yang bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan Covid-19.

“Kita ini kalau TBC dengan hitungan 125.000 itu ada empat kematian per jam. Nah, itu seperti itu karena TBC di Indonesia. Maka angka ini justru memang lebih tinggi dibandingkan dengan Covid-19,” ujar Prof. Sukardiono saat menghadiri Kick-Off Kampanye Temukan, Obati, Sampai Sembuh (TOSS) TBC di Car Free Day (CFD) Jalan Tunjungan Surabaya, Minggu (9/11/2025) pagi.

Menurutnya, tingginya angka kematian akibat TBC itu tak lain karena masih banyaknya masyarakat yang menyepelekan dampaknya. Bahkan menurutnya, saat ini Indonesia berada di peringkat kedua dunia untuk jumlah kasus TBC terbanyak setelah India.

“Karena memang kasus sudah lama yang kemudian orang menganggap ini biasa. Padahal mestinya kita enggak boleh,” katanya.

Terkait hal ini, Prof. Sukardiono menjelaskan bahwa pemerintah melalui program PHTC (Program Hasil Terbaik Cepat) yang diinisiasi Prabowo Subianto Presiden, menargetkan penurunan kasus TBC secara signifikan.

“Pak Presiden punya program namanya PHTC, Program Hasil Terbaik Cepat. Ingin target TBC nanti turun sampai 50 persen pada tahun 2030,” ujarnya.

Dalam program itu, pemerintah menargetkan penurunan angka kasus dari 387 per 100 ribu penduduk menjadi 65 per 100 ribu penduduk pada tahun 2030.

Lebih lanjut, Prof. Sukardiono mengingatkan pentingnya kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan agar tidak terjadi resistensi obat.

“TBC itu sebenarnya ketika sudah diobati secara teratur dua minggu itu sudah enggak menular lagi. Nah, yang satu bulan itu efektif lagi, meskipun nanti programnya enam bulan. Tetapi sebenarnya dua minggu itu sudah tidak menular lagi,” jelasnya.

Ia menekankan, pengobatan tidak boleh terputus agar pasien tidak mengalami TBC resisten obat (TBC RO). “Pokoknya rutin ya perobatannya. Jadi jangan sampai nanti ada TB RO, ya resisten obat itu jangan sampai karena ketidakteraturan seperti itu,” tambahnya.

Menurutnya, fase pengobatan TBC umumnya berlangsung enam bulan, ada yang empat bulan tergantung kondisi pasien. “Kalau yang resisten malah justru lebih lama lagi,” ujarnya.

Untuk memastikan pasien disiplin menjalani terapi, pemerintah terus memperkuat sistem pendampingan.

“Maka perlunya kita itu pendampingan bagi orang yang sudah terdiagnosa atau terinfeksi penyakit TBC. Maka itu kita dampingi bagaimana mereka obat pengobatan secara teratur, bagaimana gizinya mereka supaya daya tubuhnya lebih kuat,” terang Sukardiono.

Melalui kampanye TOSS TBC (Temukan, Obati, Sampai Sembuh), ia berharap kesadaran masyarakat terhadap bahaya TBC semakin meningkat.

“Kemenko PMK sebagai koordinator kementerian dan lembaga yang terkait, termasuk Kementerian Kesehatan, ingin memulai dengan menggelorakan kampanye TOSS TBC. Temukan, obati, sampai sembuh,” pungkasnya. (bil/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Selasa, 11 November 2025
28o
Kurs