Konferensi Puncak Pendidikan Tinggi Indonesia (KPPTI) digelar perdana di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Surabaya pada 19-21 November 2025 dengan membahas berbagai isu pendidikan, termasuk dampak Tri Dharma perguruan tinggi untuk mengurangi kemiskinan.
Mumammad Nuh Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) sekaligus Ketua Tim Formatur Sekolah Rakyat yang menjadi narasumber dalam forum KPPTI, menekankan bahwa perguruan tinggi di Indonesia perlu menggeser orientasi dari sekadar menghasilkan output akademik menuju dampak nyata bagi masyarakat, termasuk untuk lingkungan miskin di sekitar wilayah kampus.
“Karena ternyata masih ada di sekitar kampus itu orang-orang miskin. Masih ada anak-anak di kampung itu yang belum bisa menikmati pendidikan yang terbaik, dan seterusnya. Dari situlah kita mulai mikir, kan kita punya yang namanya pengabdian masyarakat di dalam Tri Dharma,” katanya dalam konferensi pers KPPTI 2025 pada Rabu (19/11/2025).
Nuh mengatakan, di Indonesia masih ada keluarga miskin yang kesulitan mengenyam pendidikan, padahal tinggal di dekat wilayah kampus.
Kondisi tersebut, kata dia, menujukan bahwa perguruan tinggi masih perlu lebih maksimal lagi dalam memberikan dampak nyata di masyarakat.
Tri Dharma perguruan tinggi memiliki pilar pengabdian masyarakat, namun ia menilai aktivitas itu cenderung masih bersifat insidental dan belum terintegrasi seperti pendidikan dan penelitian.
“Sayangnya, Tri Dharma (dalam poin pengabdian masyarakat) itu juga sebagai event, program-program yang sifatnya sesaat, bukan merupakan program yang terintegrasi,” ucapnya.
“Kalau pendidikan dan pengajaran setiap hari ada itu, penelitian pun demikian, tapi begitu kena pengabdian pada masyarakat, itu sifatnya lebih ke insidental. Oleh karena itu, kita review cara membaca dari Tri Dharma perguruan tinggi itu,” tambahnya.
Pihaknya menilai, kampus dengan fasilitas bagus, mahasiswa banyak, dosen mumpuni, hingga penelitian berperingkat merupakan capaian yang bagus, namun ia mengingatkan bahwa fase tersebut belum selesai, melainkan masih ada tugas untuk memberi manfaat nyata kepada masyarakat.
“Itu belum cukup. Apa hasilnya? Result-nya apa Output-nya apa? Apa manfaatnya bagi masyarakat. Di situlah kita mulai geser pola pikir kita dari input ke proses, proses ke output, output ke impact,” tuturnya.
Dalam KPPTI, juga terdapat peluncuran metrik kampus berdampak, Commitment To Impactful Transformation In Society (Commits) untuk mengukur impact dari masing-masing perguruan tinggi di Indonesia.
“Ini bukan outputnya, kalau outputnya sudah diukur. Jadi misal jurnal ini, ini, ini, sudah diukur semua, tapi impact-nya berapa orang miskin yang bisa dibebasin dari kampus itu?” jelasnya.
Dampak yang harus diraih yakni, mengurangnya kemiskinan termasuk yang tinggal sekitar wilayah kampus, hingga UMKM yang belum berkembang bisa memiliki arah yang semakin jelas dan berdampak pada perekonomian masyarakat.
“Itu kira-kira yang mendasari kenapa ITS mengeluarkan atau membuat konsep Commits tadi. Dan alhamdulillah disambut dengan baik oleh Pak Mendiktisaintek, oleh Pak Dirjan Dikti, sehingga ini nanti menjadi gerakan secara nasional,” pungkasnya.(ris/faz)








