Selasa, 25 November 2025

Dosen Matematika: Nilai TKA 2025 Jeblok Diduga karena Materi Tak Tersampaikan Utuh

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Ilustrasi matematika. Foto: iStock

Syarifudin Dosen Pendidikan Matematika UM Surabaya menanggapi jebloknya nilai matematika siswa SMA sederajat di Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025 bisa jadi karena faktor pelajar belum menguasai utuh seluruh materi.

Faktornya, bisa jadi karena materi yang seharusnya diajarkan selama SMA, ada beberapa yang belum tersampaikan karena terkendala waktu.

Syarifuddin setuju dengan pendapat Abdul Mu’ti Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) RI, bahwa jebloknya nilai bukan karena siswa bodoh tapi bisa jadi pengaruh buku yang digunakan atau cara guru mengajarkan tidak membuat mereka semangat belajar.

“Kalau caranya ceramah konvensional pasti membosankan membuat siswa tidak tertarik. Mangkanya harus banyak pendekatan, diintegrasikan dengan kehidupan siswa. Kalau disampaikan murni rumus-rumus, bikin bosan dan siswa enggak tertarik belajar matematika,” ujarnya saat mengudara di program Wawasan Radio Suara Surabaya, Selasa (25/11/2025).

Ia yakin soal dalam TKA, tidak mungkin keluar dari materi pembelajaran SMA. Namun, siswa perlu menyesuaikan pola piker mendalam untuk menyelesaikan soal.

“Jadi kalau satuan kurikulum hampir sama, materinya apa saja di matematika kayak integral, persamaan linier 3 variabel harus sudah diajarkan di SMA, kalau tidak diajarkan karena enggak sampai waktunya itu juga faktor yang menyebabkan skor matematika rendah,” paparnya lagi.

Beberapa materi yang berpeluang menyulitkan siswa di TKA misalnya aljabar, geometri, data dan peluang, serta trigonometri.

“Karena cukup abstrak susah diintegrasikan ke dalam permasalahan kehidupan sehari-hari,” ujarnya.

Sebagai bahan evaluasi, ia mendorong guru punya Teknik pembelajaran menarik untuk materi-materi tersebut agar bisa dipahami siswa meski tidak bisa diintegrasikan dengan kehidupan sehari-hari.

“Bisa dibuat media pembelajaran menarik atau pendekatan berbasis proyek, berbasis kolaboratif,” ucapnya.

Contoh sederhana yang bisa dilaksanakan guru dalam pembelajaran data dan peluang, bisa melibatkan semua siswa dalam kelas untuk saling menanyakan ukuran Sepatu kemudian menghitung rata-ratanya.

“Enggak perlu mengeluarkan biaya, tapi menyenangkan, siswa bertanya setiap ukuran sepatu, lalu dirata-rata. Ini menarik, menyenangkan, dan murah enggak perlu media lain-lain,” ujarnya lagi.

Menurutnya untuk memudahkan memahami matematika, harus paham konsep bukan menghafalkan rumus. Matematika akan mengajarkan siswa untuk harus kreatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, menganalisa, berpikir kritis, dan bisa memecahkan masalah.

“Kalau hafalan bisa hilang. Tapi kalau paham konsep dan cara kerja materi akan sangat mudah diingat,” tegasnya.

Ia menyoroti di tengah stigma sulitnya matematika, guru harus mengawasi cara siswa mengerjakan soal agar tidak selalu mengandalkan kecerdasan buatan (AI).

“Ada penelitina di Amerika, siswa yang sering menggunakan AI, kemampuan berpikir kritis kreatif dan pemecahan masalah itu rendah dibanding yang menggunakan kreatifitas sendiri,” katanya.

Seementara siswa harus mengubah pola piker dan cara pandang terhadap matematika, agar tidak menganggap susah.

“Bahkan di kampus beberapa waktu terakhir perolehan mahasiwa di jurusan matematika murni menurun. Menandakan adanya penurunan minat terhadap matematika. Yang harus diubah persepsi dan cara beprikir masyarakat dan siswa. Jangan menganggap matematika sulit dan menakutkan. Ini penting, kalau sudah mengangap sulit enggak akan tertarik. Yang penting minat dan niat belajar matematika harus diubah,” tandasnya. (lta/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Selasa, 25 November 2025
34o
Kurs