Dr. Rusdianto Sesung Ahli Hukum Administrasi Negara sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya mengatakan, parkir digital memiliki landasan hukum yang kuat sekaligus potensi besar untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Tak main-main, khusus untuk Kota Surabaya, Sesung sapaan akrabnya menilai kalau PAD dari sektor parkir dioptimalkan, maka retribusinya bisa menyentuh angka Rp55 miliar.
“Di Surabaya itu kalau parkirnya optimal itu potensinya bisa sampai Rp55 miliar untuk retribusi parkir tepi jalan umum,” kata Sesung saat mengisi program Semanggi Suroboyo di Radio Suara Surabaya, Jumat (19/12/2025).
Namun, ia mengungkapkan realisasi pendapatan parkir saat ini di Surabaya masih jauh dari potensi tersebut. Bahkan, hanya setengahnya.
“Realisasinya tidak sampai separuhnya. Tahun ini itu enggak sampai Rp18 miliar. Dan itu sangat kecil,” ujarnya.
Menurut Sesung, kondisi itu menjadi dasar penguatan regulasi parkir melalui Perda Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
“Di dalam pasal 184 itu kita mengatur tentang ketentuan mengenai online dari sistem pajak daerah maupun retribusi daerah. Jadi pemerintah daerah itu memiliki kewenangan untuk menerapkan sistem online,” katanya.
Ia menjelaskan tujuan utama penerapan sistem digital tersebut, mulai dari tertib administrasi perpajakan, hingga transparansi.
“Supaya tertib administrasi perpajakan dan retribusi, mengurangi atau menghindari kehilangan potensi pendapatan, agar lebih transparan dan akuntabel, dan yang terakhir agar memudahkan masyarakat,” tuturnya.
Karenanya, Sesung menegaskan kalau semisal penerapan parkir digital justru memberatkan warga, maka kebijakan tersebut sudah keluar dari tujuan awalnya.
“Kalau kemudian penerapannya itu nanti dirasa malah memberatkan, ya tentu tidak mencapai tujuannya,” ucapnya.
Ahli hukum adiminstrasi negara itu juga menekankan pentingnya pelibatan publik dalam setiap kebijakan.
“Dalam hukum itu disebut meaningful participation. Ada hak untuk didengar, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan hak untuk mendapatkan penjelasan,” ujarnya.
Di sisi lain, menanggapi kebingungan pelaku usaha soal pajak parkir 10 persen, Sesung menegaskan bahwa kewajiban pajak melekat selama syarat subjektif dan objektif terpenuhi.
“Mau memungut atau tidak memungut tarif kepada konsumen, oleh negara itu diwajibkan untuk membayar,” katanya.
Seperti diketahui, Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya pada Juni lalu, berdasarkan Perda Nomor 3 Tahun 2018, menetapkan bahwa setiap tempat usaha wajib menyediakan lahan parkir, juru parkir (jukir) resmi, dan membayar pajak 10 persen dari total pendapatan parkir sebulan.
Artinya, jika dalam satu bulan pendapatan dari parkir mencapai Rp10 juta dalam satu bulan, maka yang disetorkan kepada Pemkot Surabaya yakni Rp1 juta.
Terkait hal ini, Sesung mengatakan bisa ada peluang skema bagi hasil yang lebih adil dengan juru parkir sepanjang mampu meningkatkan PAD.
“Kalau berdasarkan kajian yang betul-betul komprehensif dan mendalam itu bisa meningkatkan pendapatan pemerintah daerah, enggak ada masalah. Bisa 60-40, bisa dibalik, itu tidak ada masalah,” ujarnya. (bil/ipg)
NOW ON AIR SSFM 100
