Selasa, 25 November 2025

Hari Guru dan Dunia Belajar yang Tidak Lagi Sama

Laporan oleh Eddy Prastyo
Bagikan
Ilustrasi Hari Guru dan Dunia Belajar yang Tidak Lagi Sama.

Setiap Hari Guru, ada satu kesadaran yang datang kepada kita sebagai orang tua. Kita melihat bahwa dunia tempat anak-anak belajar hari ini sudah tidak lagi sama dengan dunia ketika kita tumbuh. Internet, media sosial, dan kecerdasan buatan membuka pintu pengetahuan tanpa batas, membuat anak-anak bisa menemukan apa saja hanya dalam hitungan detik. Tetapi justru di situlah tantangannya. Pengetahuan kini bukan soal ketersediaan, tetapi soal arah.

Kita menyaksikan bagaimana informasi datang terlalu cepat, terlalu banyak, dan bercampur sulit dibedakan antara fakta, opini, dan disinformasi. Nilai-nilai menyebar tanpa penyaring, membuat anak-anak tumbuh cerdas tetapi kadang kehilangan pegangan. Di banyak rumah, percakapan menjadi lebih singkat, fokus mudah terpecah, dan ruang aman untuk bertanya semakin menyempit. Resiliensi keluarga melemah, sementara tuntutan dunia semakin berat. Dalam keadaan seperti ini, peran guru tidak hanya penting, tetapi menjadi salah satu penopang yang menjaga agar anak-anak tetap memiliki kompas.

Pendidikan nasional pun tidak selalu mampu bergerak secepat perubahan zaman. Kebijakan berubah, kurikulum diperbarui, konsep baru diperkenalkan, tetapi akar persoalan tetap terasa: apakah anak-anak benar-benar belajar memahami dunia, atau sekadar berusaha mengikuti tuntutan sistem yang terus berganti? Data global seperti PISA dan capaian literasi memberikan gambaran yang membuat kita merenung. Namun lebih dari angka-angka itu, kita merasakannya dalam keseharian: cara anak-anak membaca kehidupan, mengambil keputusan, atau mempertanyakan makna di tengah kebisingan digital.

Di sinilah kita mulai memahami bahwa peran guru hari ini tidak mungkin berhenti pada “mengajar pelajaran”. Anak-anak tidak kekurangan informasi. Yang mereka kekurangan adalah kemampuan memilahnya. Mereka membutuhkan seseorang yang dapat menjadi kompas nilai, yang membantu mereka membedakan mana yang penting dan mana yang sekadar bising. Guru perlu hadir sebagai penuntun kebijaksanaan, sebagai orang yang membantu anak-anak tumbuh dengan keteguhan moral di tengah dunia yang cepat berubah. Bukan hanya pengajar, tetapi penjaga arah.

Sebagai orang tua, kita pun belajar bahwa membesarkan anak di zaman seperti ini tidak bisa dilakukan sendirian. Dunia terlalu kompleks untuk hanya mengandalkan satu sisi. Kita membutuhkan guru sebagai mitra. Mitra dalam membangun karakter, bukan hanya prestasi. Mitra yang mendengarkan sebelum menilai. Mitra yang tidak hanya memberi jawaban, tetapi menanamkan keberanian untuk bertanya. Guru yang tidak hanya menyampaikan materi, tetapi menyediakan ruang di mana murid merasa aman untuk tumbuh, mencoba, dan memahami dirinya sendiri.

Hari Guru mengingatkan kita bahwa masa depan bangsa ini tidak berdiri di atas teknologi yang makin canggih atau kebijakan yang terus diperbarui. Masa depan berdiri di atas hubungan sederhana antara guru, murid, dan orang tua. Hubungan yang membangun rasa ingin tahu, keteguhan pilihan, dan keberanian menghadapi masa depan yang tidak pasti.

Pada akhirnya, pendidikan bukan tentang siapa yang paling banyak tahu. Pendidikan adalah tentang siapa yang mampu menjaga arah ketika dunia menawarkan terlalu banyak jalan. Dan para guru, dengan kerja senyap, dengan ketekunan yang sering tak terlihat, adalah penjaga arah itu. Dalam tangan merekalah masa depan anak-anak kita dituntun dengan nilai, kebijaksanaan, dan harapan.

Eddy Prastyo | Editor in Chief | Suara Surabaya Media

“Anak-anak belajar dari dunia, tapi menemukan arah dari guru.”

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Selasa, 25 November 2025
32o
Kurs