Jumat, 26 April 2024

Perekonomian Nasional Diprediksi Aman, Ekonom Ingatkan Pemerintah Waspada Laju Inflasi

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Tabel pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang terjadi di Jawa Timur. Foto : Istimewa

Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan mengatakan, Indonesia tengah menghadapi berbagai tantangan eksternal yang bisa mempengaruhi perekonomian nasional.

Mulai dari pandemi yang belum selesai, perang Rusia-Ukraina dan juga perlambatan ekonomi negara maju yaitu Amerika Serikat dan China.

“AS, China, Eropa adalah negara-negara tujuan ekspor Indonesia. Jadi, kalau mereka melemah, permintaan ekspor turun dan harga komoditas turun,” ujarnya di Jakarta, Senin (1/8/2022).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia Januari-Juni 2022 mencapai US$141,07 miliar atau naik 37,11 persen dibanding periode yang sama tahun 2021. Sementara ekspor non migas mencapai US$133,31 miliar atau naik 37,33 persen.

Menurut Faisal Rachman Ekonom Bank Mandiri, perekonomian Indonesia masih ditopang konsumsi dalam negeri yang kuat.

“Indonesia ekonominya cenderung tidak terlalu open. Sekitar 50 persen lebih ekonomi indonesia ditopang konsumsi dalam negeri. Jadi, dampaknya harusnya tidak signifikan. Ditambah permintaan batu bara tetap kuat walau China melambat. Karena permintaan Eropa naik di tengah penurunan impor energi dari Rusia,” katanya.

Hal lain yang dikhawatirkan adalah laju inflasi dalam negeri. BPS melaporkan laju inflasi domestik bulan lalu 0,64 persen dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).

Angka itu lebih tinggi dibandingkan Juni 2022 yang mencapai 0,61 persen. Tapi, secara tahunan (year-on-year/yoy), laju inflasi terakselerasi.

Inflasi Juli 2022 tercatat 4,94 persen yoy, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 4,35 persen sekaligus jadi yang tertinggi sejak Oktober 2015.

Terkait hal itu, dia menyebut ada tiga faktor yang mempengaruhi inflasi, yaitu harga bahan pokok, transportasi, dan konsumsi rumah tangga seperti listrik dan bahan bakar.

“Kami masih memprediksikan inflasi akan terus naik secara substansi mau pun mendasar pada semester kedua tahun 2022. Itu lebih disebabkan meningkatnya permintaan (demand-pull inflation) menyusul dari pelonggaran PPKM yang membuat masyarakat lebih leluasa bergerak dan kecepatan uang berputar,” paparnya.

Walau tren inflasi diperkirakan terus naik, dia optimistis inflasi akan berada pada 4,60 persrn di akhir tahun, sedikit di atas kisaran Bank Indonesia yaitu 3 persen +1.

Faisal menegaskan, kondisi perekonomian Indonesia masih akan baik. Apalagi dibandingkan dengan awal pandemi Covid-19.

“Saya rasa tidak akan separah waktu pandemi Covid-19. Walau melemah, tapi perbaikan demand tetap ada,” ucapnya.

Sementara itu, Fithra Faisal Hastiadi Direktur Eksekutif Next Policy mengungkapkan, stok komoditas Indonesia memang dalam kondisi aman.

Sektor agrikultur Indonesia mencatatkan kinerja cukup baik dengan kelimpahan suplai. Di sisi lain, input produksi banyak negara maju mengalami penurunan.

“Karena selama pemulihan Covid-19 dari sisi input produksi negara-negara besar tidak hanya Jepang mengalami kelangkaan. Sementara di Indonesia kita over supply,” katanya.

Padahal, mereka membutuhkan pasokan komoditas untuk pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi. Hal itu kemudian memunculkan wacana untuk ekspor dari Indonesia ke negara lain.

“Jadi, sektor pertanian kita over supply, kemudian pupuk kita juga over supply. Bahkan ada keinginan untuk ekspor ke Afrika dan juga ke Amerika Latin,” tambahnya.

Pakar ekonomi dari Universitas Indonesia itu mengingatkan Pemerintah jangan terlena dengan suplai melimpah dalam negeri. Dia bilang, Pemerintah harus mewaspadai permintaan komoditas dalam negeri yang juga menunjukkan kenaikan.

“Kalau dari sisi ekspor saja, kita juga harus hati-hati. Jangan sampai ini terlalu agresif. Nanti ketika kita butuhkan justru langka. Kita sekarang dari sisi demand sedang bertumbuh, jadi jangan sampai demand optimal kita langka suplai inputnya,” imbuhnya.

Fithra mengungkapkan, hasil simulasi menunjukkan adanya kemungkinan kerugian kalau Indonesia terlalu agresif melakukn ekspor.

“Hasil simulasi menunjukkan kalau kita ekspor komoditas terlalu agresif, di kuartal kedua tahun 2023, mulai langka dan akhirnya justru berpengaruh negatif buat perekonomian,” pungkasnya.(rid/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 26 April 2024
26o
Kurs