Senin, 6 Oktober 2025

Ekonom Kritik Rencana Menkeu Jadikan Pusat Rokok Ilegal Masuk KIHT, Ingatkan Dampak Kesehatan

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Anthony Budiawan ekonom sekaligus Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS). Foto: Dok Antara

Purbaya Yudhi Sadewa Menteri Keuangan (Menkeu) lagi-lagi bikin heboh lewat gebrakannya. Terbaru, Menkeu berencana menyulap daerah-daerah yang diduga sebagai pusat produksi rokok ilegal, menjadi Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) resmi.

Hal itu diungkapkan Purbaya, Kamis (2/10/2025) lalu, saat kunjungan kerja di Surabaya, dalam agenda pemusnahan rokok ilegal bersama jajaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu.

Tapi, rencana Purbaya soal KIHT itu justru menuai kritik dari kalangan ekonom. Salah satunya, Anthony Budiawan Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) yang menilai rencana Menkeu itu menyimpan banyak keanehan dan kontradiksi.

“Iya ini ada ini suatu keanehan ya kebijakan ini. Pertama adalah kita dengan cukai yang dalam 10 tahun terakhir ini kan naik luar biasa ya. Setiap tahun itu naik 10 persen lebih. Itu salah satu alasannya adalah dari Kementerian Keuangan dulu menaikkan cukai untuk melindungi masyarakat untuk mengurangi perokok. Lalu sekarang ini dengan rokok ilegal ini akan difasilitasi untuk menjadi suatu industri,” ujarnya dalam program Wawasan Suara Surabaya, Senin (6/10/2025) lalu.

Anthony menyoroti, kalau selama 10 tahun terakhir pemerintah gencar menaikkan cukai rokok dengan alasan melindungi kesehatan masyarakat, sekaligus mengurangi jumlah perokok. Namun, di saat bersamaan justru ada upaya memberi fasilitas industri bagi rokok ilegal tersebut.

“Nah padahal kita juga tahu bahwa rokok ilegal ini belum tentu memenuhi persyaratan Badan POM karena ini dan sebagainya, dan ada racun kimia yang lainnya (dalam kandungan rokok ilegal). Nah, bagaimana mereka bisa dipindahkan ke sana?” kata Anthony.

Ia juga menekankan, kebijakan industri yang dicanangkan Purbaya itu seharusnya menjadi domain Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Karena itu, menurutnya janggal bila Kementerian Keuangan mengambil peran dalam memfasilitasi rokok ilegal untuk masuk ke kawasan industri.

Jika dipaksakan, menurutnya hal itu akan tumpang tindih dengan kebijakan kementerian lainnya, mengingat hal itu adalah di luar wewenang kementerian keuangan.

Selain itu, menurutnya langkah menjadikan rokok ilegal sebagai legal hanya demi target penerimaan negara, justru bertentangan dengan tujuan awal kenaikan cukai, yaitu melindungi kesehatan masyarakat.

“Enggak bisa dibenarkan bahwa hanya untuk semata-mata kita mendapatkan terobosan keuangan, lalu kita mengabaikan kesehatan dari masyarakat. Yang seharusnya adalah di negara-negara maju ini (konsumsi rokok) sudah dikurangi. Bahkan harganya dinaikkan setinggi-tingginya,” jelasnya.

Sementara dari sisi ekonomi, Anthony melihat legalisasi rokok ilegal juga tidak akan membuat industri kecil mampu bersaing dengan pemain-pemain besar yang sudah lebih dulu ada.

Menurutnya, hal yang harusnya dilakukan adalah memberantas oknum-oknum yang mendapat keuntungan dari perederan rokok ilegal tersebut.

“Ya, jadi itu adalah kesalahan berpikir menurut saya, yang ilegal dijadikan legal. Seharusnya saat ini adalah penegakan hukum yang menjadi nomor satu. Karena produksi ilegal ini bisa bertahan terus karena produsennya itu tidak ditangkap,” bebernya.

Lebih jauh, Ekonom PEPS itu mengingatkan pemerintah agar tidak hanya fokus pada industri rokok. Ia menilai banyak sektor lain yang lebih strategis untuk dikembangkan dan memiliki potensi serapan tenaga kerja lebih besar.

“Industri kita ini kan banyak sekali opportunity ada 165 sektor yang bisa dibangun. Kenapa memilih rokok? Padahal kita sendiri sudah deindustrialisasi. Hal-hal begini kan yang lebih strategis gitu, daripada kita hanya bicara rokok saja yang secara industri pun tidak terlalu besar,” kata Anthony.

Terakhir, Anthony Budiawan menegaskan bahwa gagasan KIHT lebih merupakan kompromi berisiko daripada reformasi berani.

“Menurut saya tidak akan berjalan karena begitu dia legalisasi, dia itu tidak akan mungkin bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar. Malah akhirnya memperkuat dominasi kartel besar yang sudah ada,” pungkasnya. (ant/bil/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Gedung Ex-Bioskop Jalan Mayjen Sungkono

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Surabaya
Senin, 6 Oktober 2025
34o
Kurs