Minggu, 1 Juni 2025

Indonesia Perlu Terapkan Business Matchmaking dan Kolaborasi untuk Keluar dari Middle Income Trap

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Erwin Suryadi Vice President Lingkungan Deputi Dukungan Bisnis SKK dalam acara peluncuran buku The Matchmaker, Sabtu (31/5/2025), di Jakarta. Foto: Farid suarasurabaya.net

Indonesia menghadapi tantangan serius untuk menjaga stabilitas dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi, di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di berbagai sektor, serta meningkatnya penerapan kecerdasan buatan (AI) yang mulai menggantikan peran tenaga kerja manusia.

Situasi itu diperparah dengan terjadinya perlambatan ekonomi global, konflik geopolitik, hingga transisi energi.

Erwin Suryadi Vice President Lingkungan Deputi Dukungan Bisnis SKK Migas menilai, Indonesia berpotensi keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap) dan mencapai status negara maju pada 2045.

Selain memiliki kekayaan sumber daya alam yang besar, Indonesia sedang menikmati bonus demografi, yakni kondisi ketika jumlah penduduk usia produktif berada pada puncaknya.

Namun, Erwin mengingatkan tanpa pengelolaan yang cermat dan pendekatan inovatif, potensi tersebut justru berisiko menjadi beban.

“Bonus demografi tidak akan berarti jika kita tidak menciptakan ekosistem yang mampu menyerap dan memberdayakan talenta lokal. Kita memerlukan pendekatan yang lebih dari sekadar mempertemukan supply and demand,” ujarnya dalam acara peluncuran dan bedah buku berjudul The Matchmaker, Sabtu (31/5/2025), di Jakarta.

Buku karya Erwin terbitan Penerbit Buku Kompas itu mengangkat fenomena dan tantangan yang menghambat langkah Indonesia untuk keluar dari middle income trap, sekaligus menawarkan solusi berbasis kolaborasi lintas sektor melalui pendekatan yang disebut business matchmaking.

Menurut Erwin, banyak jenis pekerjaan yang berisiko punah lima tahun ke depan akibat otomatisasi dan penerapan teknologi AI.

“Pekerjaan seperti teller bank, kasir, entri data, akuntansi, hingga staf pembukuan adalah contoh yang mulai tergantikan. Ini akan menjadi persoalan baru bagi ketenagakerjaan, jika tidak diantisipasi dengan strategi yang tepat,” ungkapnya.

Konsep business matchmaking, lanjut Erwin, yaitu pendekatan ekosistem yang mendorong kolaborasi jangka panjang antara pelaku industri besar, pabrikan lokal, UMKM, dan lembaga pendidikan.

Pendekatan itu menekankan pendampingan yang memacu peningkatan kualitas produk (quality), efisiensi biaya (price), dan ketepatan pengiriman (delivery).

Gagasan business matchmaking merujuk pada pemikiran Prof. Soemitro Djojohadikusumo begawan ekonomi yang menolak persaingan bebas secara mutlak di negara berkembang.

“Dalam pandangan Soemitro, pasar tidak akan bekerja adil tanpa kehadiran negara sebagai pengatur dan pelindung pelaku ekonomi lokal. Prinsip ini sejalan dengan business matchmaking, yang menuntut peran aktif, yang memberikan mandat kepada pelaku industri besar untuk ikut membina pelaku lokal agar mampu bersaing secara sehat dan setara,” jelasnya.

Konsep tersebut, kata Erwin, sudah diterapkan di sektor hulu minyak dan gas bumi melalui Forum Kapasitas Nasional, yang digagas SKK Migas sejak 2021.

“Pengalaman di sektor hulu migas menunjukkan, ketika pelaku industri skala besar bersedia membina dan mempercayai pelaku lokal, hasilnya luar biasa. Banyak pabrikan dalam negeri yang ternyata mampu bersaing di tingkat global,” terangnya.

Salah seorang pelaku industri yang terlibat langsung dalam proses itu adalah Harris Susanto Direktur Utama PT Luas Birus Utama. Sekarang, perusahaannya menjadi salah satu pemasok komponen industri hulu migas yang produknya menembus pasar ekspor di Timur Tengah.

“Kalau bukan kita yang mempercayai produk anak bangsa, siapa lagi? Tapi, kepercayaan itu harus dibarengi standar kualitas dan komitmen. Pendekatan business matchmaking di Forum Kapasitas Nasional memberikan ruang dan arah agar kami bisa tumbuh,” ucap Haris.

Sementara itu, Fery Sarjana Manajer Project & Sourcing Operation Petronas Carigali Iraq Holding BV yang turut hadir dalam diskusi mengatakan, keberhasilan business matchmaking terletak pada kesediaan semua pihak terlibat secara aktif dan konsisten.

“Selama ini UMKM atau pabrikan lokal sering merasa sendirian menghadapi tuntutan industri besar. Dengan pendekatan business matchmaking, mereka tidak hanya diberi peluang, tetapi juga ditunjukkan jalannya,” sebutnya.

Acara bedah buku The Matchmaker juga menghadirkan berbagai narasumber yang turut membagikan pengalaman kolaboratif mereka, antara lain Maria K. Wiharto (SKK Migas), Kenneth Gunawan (PT Medco E&P Indonesia), Eka Taniputra (PT Pelayaran Nasional Ekalya Purnamasari Tbk), Ir. Soni (PT Teknologi Rekayasa Katup), Fajar Wahyudi (PT Citra Tubindo Tbk), serta Oktantio P. Noerdiansyah (produsen sepatu Brodo) dan Khlaresta Tsabitah Noer dari PT Petrakonsulindo Utama.

Melalui buku The Matchmaker, Erwin Suryadi menyuguhkan analisis ekonomi serta peta jalan menuju ekonomi yang lebih inklusif, tangguh menghadapi guncangan, dan berbasis kolaborasi lintas sektor.

“The Matchmaker juga memaparkan pengalaman dari para pelaku. Harapannya, praktik baik ini bisa direplikasi untuk menjadikan Indonesia benar-benar mandiri dan kompetitif secara global,” harap Erwin Suryadi.(rid/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Avanza Terbalik Usai Tabrak 2 Mobil Parkir

Surabaya
Minggu, 1 Juni 2025
28o
Kurs