
Ibrahim Assuabi pengamat mata uang menganggap penguatan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi isyarat Michelle Bowman pejabat Federal Reserve (The Fed) terkait potensi penurunan suku bunga paling cepat pada bulan Juli 2025.
“(Terjadi) pergeseran narasi suku bunga Federal Reserve dengan Gubernur The Fed (yang) mengisyaratkan potensi penurunan suku bunga paling cepat Juli, dengan alasan meredanya tekanan inflasi,” ungkapnya dilansir dari Antara pada Selasa (24/6/2025).
Pernyataan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) menambah spekulasi terhadap langkah The Fed berikutnya, yang mana pasar kini mengalihkan fokus mereka pada penyampaian Jerome Powell Gubernur The Fed di hadapan Kongres pada hari ini untuk petunjuk kebijakan lebih lanjut.
Baru-baru ini, laporan kebijakan moneter The Fed mengungkapkan bahwa ada tanda-tanda awal bahwa tarif berkontribusi terhadap inflasi yang lebih tinggi. Namun, dampak sepenuhnya belum tercermin dalam data.
“Laporan tersebut menambahkan bahwa kebijakan saat ini berada pada posisi yang baik dan bahwa stabilitas keuangan tangguh di tengah ketidakpastian yang tinggi,” kata Ibrahim.
Penguatan kurs rupiah juga disebabkan harapan perdamaian di Timur Tengah. Di dalam platform Truth Social, Donald Trump Presiden AS mengklaim bahwa Iran dan Israel telah menyepakati gencatan senjata secara menyeluruh untuk mengakhiri “perang 12 hari” antara kedua negara itu.
Trump menyatakan bahwa Iran akan terlebih dahulu mematuhi gencatan senjata, Israel akan menyusul 12 jam kemudian, dan dalam 24 jam, “berakhirnya secara resmi perang 12 hari akan disambut dunia”.
Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari Selasa di Jakarta menguat sebesar 139 poin atau 0,84 persen menjadi Rp16.354 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.492 per dolar AS.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga menguat ke level Rp16.370 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.484 per dolar AS. (ant/saf/ipg)