DPR menemukan 6 kejanggalan penyelenggaraan Ibadah Haji 2015. Kejanggalan-kejanggalan ini berpengaruh pada Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan kualitasnya.
Demikian kata disampaikan Panitia Kerja (Panja) BPIH Komisi VIII DPR RI setelah melakukan kunjungan kerja langsung ke Arab Saudi tanggal 15 sampai 21 Maret 2015.
Sodik Mudjahid Ketua Panja BPIH Komisi VIII DPR RI dalam jumpa pers di press room DPR RI, Rabu (25/3/2015) mengatakan, 6 temuan tersebut diantaranya :
1. Komisi VIII pada 29 Januari 2015 sudah menyetujui usulan Kementerian Agama RI untuk percepatan persetujuan uang mukapondokan, katering, dan transportasi darat sebesar Rp 1,747 Triliun. Persetujuan dilakukan agar proses rekrutasi mitra-mitra tersebut bisa dilaksanakan lebih awal. Tetapi, temuan di lapangan menunjukkan belum ada uang muka untuk pemondokkan Makkah dan Madinah, katering, sampai transportasi.
2. Pengadaan penyediaan pemondokan, katering dan upgrade transportasi seperti bis Shalawat, tidak dilakukan melalui tender, tetapi menggunakan negosiasi langsung.
3. Ditemukan banyak informasi proses subkontraktor pekerjaan katering dengan harga yang jauh dibawah harga yang ditetapkan dan dibayar kementerian agama yang berakibat mutu dan menu makanan dibawah standar.
4. Temuan lain yaitu masih banyak pondokan dalam satu sektor (wilayah) yang masih bisa dikontrak oleh pemerintah Indonesia. Apabila proses rekrutasi lebih pro aktif, maka aakan semakin banyak pondokan yang disewa dalam satu sektor, sehingga, sebaran jamaah haji semakin terkonsentrasi.
5. Lemahnya bargaining tim haji Indonesia, menambah beban biaya yang seharusnya sudah menjadi beban muasasah.
6. Ditemukan dis-harmoni beberapa data antara data di Indonesia dengan data di Arab Saudi seperti jumlah kloter dan dis-harmoni beberapa informasi kebijakan pemerintah Arab Saudi seperti tentang kebijakan kontrak jangka panjang dan kewajiban memberi makan jamaah selama di Makkah.
Sementara Chotibul Umam Wiranu wakil ketua komisi VIII di tempat yang sama mengatakan kejanggalan-kejanggalan temuan panja BPIH ini jelas melanggar konstitusi, sehingga DPR perlu memanggil menteri agama.
“Ini jelas melanggar konstitusi. Pimpinan DPR perlu panggil tim teknis, dirjen haji, termasuk menteri untuk menjelaskan masalah tersebut.” jelas Chotibul. (faz/rst)
NOW ON AIR SSFM 100
