Rabu, 31 Desember 2025

Cegah Abrasi Ranu Pane, Petani Diarahkan Gunakan Terasering

Laporan oleh Sentral FM Lumajang
Bagikan

Pendangkalan Ranu Pane saat ini semakin parah. Sesuai penelitian aktivis JICA (Japan International Cooperation Agency), mengundang perhatian dari Pemkab Lumajang. Melalui jajaran Dinas Pertanian (Distan), pendangkalan yang telah menyebabkan luas permukaan dan kedalaman Ranu Pane yang merupakan Ikon di Gunung Semeru tersisa 60 persen dengan luas 5 hektar dan kedalaman 6,.5 meter.

Ir Paiman Kepala Distan Kabupaten Lumajang kepada Sentral FM, Kamis (30/10/2014), mengatakan bahwa pihaknya akan segera mengatur kembali pola penanaman lahan di atas perbukitan sekeliling Ranu Pane ke model Terasering kembali.

“Memang saat ini masyarakat petani kita di Desa Ranu Pane telah meninggalkan pola penanaman model Terasering, atau kalau di Bali itu seperti Subak begitu, dengan pola vertikal. Hal ini dipengaruhi, keinginan masyarakat untuk mendapatkan haisl lebih banyak karena dengan model vertikal seperti itu lahan yang ditanami menjadi lebih luas,” katanya.

Akan tetapi, pola tanam vertikal di lahan perbukitan yang memiliki kemiringan 45 derajat tersebut, berdampak terhadap abrasi ketika hujan terjadi, lapisan humus atau lapisan atas tanah yang berupa lmpur ketika diguyur hujan, langsung tergerus turun hingga masuk ke Ranu Pane.

“Hal inilah yang kemudian menjadikan lumpur itu terus mengendap sehingga berakibat semakin banyaknya sediment yang menjadi pemicu pendangkalan,” bebernya.

Untuk itu, Distan Kabupaten Lumajang akan segera melakukan koordinasi dengan Dinas Kehutanan dan instansi terkait lainnya, termasuk TNBTS (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru) karena lahan yang dimanfaatkan masyarakat petani Desa Ranu Pane untuk kegiatan ekonomi dan pertanian hortikultura jenis sayuran itu, adalah lahan yang masuk kawasan hutan.

“Tujuannya, kami berkeinginan melakukan sosialisasi dan menerapkan regulasi. Bisa nanti melibatkan aparatur Desa dengan membuat semacam Peraturan Desa atau Perdes untuk mengaturnya. Namun yang terpenting adalah, kita mengingatkan dan mensosialisasikan, jika pola tanam seperti itu tidak segera dirubah, maka dampaknya ya Ranu Pane akan semakin dangkal. Bisa jadi, beberapa tahun lagi danaunya akan hilang,” ungkap Paiman.

Sebelumnya, Andi Iskandar yang akrab disapa Andi Gondrong peneliti JICA (Japan International Cooperation Agency) menyampaikan bahwa, pendangkalan Ranu Pane semakin parah. Penyebabnya, selain perkembangan tumbuhan jenis Salvinia Molusta sejenis enceng gondok yang berkembang liar dan cepat menjadi penyebab pendangkalan.

Namun yang terparah adalah abrasi lapisan tanah dari atas lereng bukit yang dijadikan lahan pertanian karena pola penanaman vertikal. Lapisan humus atau lapisan teratas tanah ketika diguyur hujan berubah jadi lumpur dan mengalir masuk ke danau sehingga menjadi sedimen pendangkalan.

“Jika dibiarkan 10 tahun lagi maksimal, Ranu Pane akan hilang. Nantinya, yang tinggal adalah nama Desa Pane, karena Ranunya sudah tidak ada lagi,” kata Andi Gondrong yang sehari-hari bermukim di Pondok Peneliti di kawasan Ranu Regulo tersebut. (her/ipg)

Teks Foto :
– Lahan pertanian di perbukitan sekeliling Ranu Pane yang menyebabkan pendangkalan.
Foto : Sentral FM

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Rabu, 31 Desember 2025
31o
Kurs