
Tidak lama diganti, Letjen TNI (purn) Marciano Norman mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), langsung membuat buku yang berjudul, “Intelijen Negara Mengawal Transformasi Indonesia Menuju Demokrasi Yang Terkonsolidasi”
Dalam buku ini, Marciano diantaranya menuliskan soal gambaran intelijen di era orde lama, orde baru, era reformasi, dan era digital seperti sekarang.
Profesor Tjipta Lesmana pakar komunikasi politik mengatakan, kerja BIN jangan sampai menjadi alat politik, tetapi harus benar-benar menjadi alat negara.
“BIN itu alat negara, bukan politik, jadi jangan sampai menjadi alat politik,” kata Tjipta saat menjadi pembicara dalam bedah buku Marciano Norman, di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (30/7/2015).
Dia juga mengkritisi buku Marciano yang sama sekali tidak menyinggung saat Susilo Bambang Yudhoyono berkuasa.
“Soal buku ini, saya sudah membaca tadi. Seharusnya pak Marciano juga menynggung sedikit dong saat pemerintahan SBY. Di buku ini tidak ada, padahal sangat menarik dan penting, that is the biggest poin,” ujarnya.
Sementara itu, Wawan Purwanto pengamat Intelijen sekaligus editor mengatakan, dalam buku ini, Marciano tidak menceritakan saat pemerintahan SBY karena menurutnya tidak etis, karena dia menjabat kepala BIN di era pemerintahan SBY.
Wawan mengungkapkan, dalam buku tersebut tidak dibuka semua masalah intelijen, termasuk kasus Munir yang sengaja tidak diangkat.
“Munir di drop. Kalau soal Jaman SBY, beliau kan jaman SBY, masa dibuka? Kan nggak etis. Kalau mau dibuka, itu perlu kajian tertutup. Sehingga buku ini hanya peluit-peluit saja. Isi yang di drop (diedit) dalam buku ini 40 persen karena memang kondisinya rahasia,” ujar Wawan.
Menurutnya, berdasarkan Undang-Undang, rahasia itu baru bisa dibuka setelah 25 tahun.(faz/wak)