Minggu, 19 Mei 2024

Bangunan Radio Bung Tomo Dibongkar untuk Rumah Anak Bos Jayanata

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Lilik Manajer Toko Jayanata di Jalan Mawar yang datang mewakili bos PT Jayanata Kosmetika Prima di DPRD Kota Surabaya, Selasa (10/5/2016). Foto: Denza Perdana suarasurabaya.net

Komisi C DPRD Kota Surabaya mengadakan rapat dengar pendapat terkait pembongkaran bangunan cagar budaya (BCB) Studio Penyiaran Radio Barisan Pemberontakan Republik Indonesia (RBPRI) Bung Tomo di Jalan Mawar Nomor 10, Selasa (10/5/2016).

Hadir dalam rapat dengar pendapat itu, Lilik Manajer Toko PT Jayanata Kosmetika Prima di Jalan Mawar, mewakili Bos Jayanata, yang mendapat undangan dari dewan.

Namun, saat hadir di rapat itu, Lilik seolah tanpa persiapan. Ketika Suyanto Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya meminta fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan cagar budaya itu, Lilik mengaku tidak membawanya.

Syaifuddin Zuhri, Ketua Komisi C juga sempat menanyai Lilik mengenai peruntukan bangunan di Jalan Mawar Nomor 10. Namun lilik menjawab, tidak bisa menjelaskan lebih jauh.

“Kami datang ke sini mewakili pimpinan kami, sebagai itikad baik karena telah mendapat undangan,” ujarnya kepada Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya.

Reaksi keras para anggota dewan atas pernyataan Lilik itu akhirnya membuat Lilik bicara. Dia menyatakan peruntukan bangunan di Jalan Mawar Nomor 10 itu.

“Yang saya tahu, bangunan yang dibeli oleh Jayanata di Jalan Mawar Nomor 10. Rumah itu akan dibangun untuk rumah anak pimpinan kami,” ujarnya.

Lilik yang seringkali berlaku sebagai Public Relation ketika perusahaan kosmetik itu mengadakan acara dan mengundang wartawan lebih banyak diam.

Sementara itu, suasana rapat dengar pendapat semakin panas ketika arah pertanyaan dan kesimpulan Syaifudin Zuhri Ketua Komisi C, cenderung menyalahkan Pemkot Surabaya dan membela Jayanata.

Pria yang biasa dipanggil Ipuk ini mengatakan, seharusnya Pemkot melakukan kajian ilmiah sebelum menetapkan sebuah bangunan sebagai bangunan cagar budaya.

Bahkan, Ipuk juga sempat menyatakan bahwa semua produk Pemkot Surabaya menyesatkan publik. “Cagar Budaya dan IMB itu dua-duanya produknya Pemkot, kan,” katanya.

Sebabnya, Ipuk mengaku ada kejanggalan penetapan Studio Pemancar RPBRI Bung Tomo di Jalan Mawar nomor 10 yang tidak sesuai dengan IMB yang baru keluar pada 1975.

“Kalau melihat dari tahun dikeluarkannya IMB, karena di IMB itu termuat dari pondasinya, lho seperti kata Pak Eri. Berarti usia bangunan ini belum ada 50 tahun,” ujarnya.

Padahal menurutnya, salah satu syarat sebuah bangunan bisa disebut cagar budaya adalah sudah berusia 50 tahun.

Namun, Zuhri akhirnya berdalih menepis anggapan bahwa dirinya cenderung membela Jayanata.

Zuhri mengaku hanya mempertanyakan sejauh mana Pemkot siap menghadapi kasus-kasus hukum seperti kasus pembongkaran bangunan cagar budaya itu.

“Ini Pemkot sedang berusuan dengan hukum. Harus ada kajian-kajian ilmiah yang mendasari setiap produk hukum Pemkot Surabaya,” katanya.(den/ipg)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya
Surabaya
Minggu, 19 Mei 2024
29o
Kurs