Minggu, 16 Juni 2024

Edukasi Bencana Penting Bagi Pelajar dan Mahasiswa

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
150 siswa Sekolah Dasar Islam Ibnu Hajar Bogor dan belasan guru belajar kebencanaan di Diorama Bencana di lantai 11 dan 12 Graha BNPB. Foto: Faiz Fajaruddin suarasurabaya.net

150 siswa Sekolah Dasar Islam Ibnu Hajar Bogor dan belasan guru belajar kebencanaan di Diorama Bencana di lantai 11 dan 12 Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta pada Kamis (17/3/2016).

Para siswa dan guru sangat antusias menyimak dan memiliki keingintahuan yang tinggi tentang bencana. Bahkan mereka baru tahu jika ternyata Gunung Salak dan Gunung Gede Pangrango adalah gunungapi aktif tipe A.

Banyak pertanyaan-pertanyaan sederhana yang ditanyakan siswa karena ketidaktahuannya. Mengapa banyak rumah dibangun di tengah sungai? Mengapa gunung kok bisa meletus? Mengapa cuaca sekarang sering berubah? Mengapa dinamakan Gunung Sinabung, apakah karena masyarakatnya suka menabung? Dan banyak pertanyaan lain. Termasuk pengetahuan guru yang masih terbatas tentang mitigasi bencana.

Sutopo Purwo Nogroho Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB mengatakan, bencana adalah suatu keniscayaan bagi bangsa Indonesia. Bahkan peradaban bangsa Indonesia, sesungguhnya tumbuh dan berkembang seiring dengan bencana yang mengiringinya.

Tidak banyak yang tahu, di balik permai Danau Toba yang menghampar di Sumatera Utara, sesungguhnya terbentuk oleh letusan Gunung Toba yang meletus hebat dan nyaris menamatkan umat manusia pada 75.000 tahun lalu. Begitu juga di zaman modern, kekuatan letusan Tambora pada 10-12 April 1815 adalah yang terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah. Empat kali lipat dari amuk Krakatau pada 1883, dan 10 kali lipat dari erupsi Gunung Pinatubo di Filipina pada 1991.

Erupsi Tambora juga berdampak global. Abu dan panas sulfur dioksida menyembur ke atmosfer, suhu rata-rata global merosot 2 derajat Celcius atau sekitar 3 derajat Fahrenheit. Iklim global berubah dan menimbulkan banyak bencana. Begitu juga bencana lainnya seperti gempa, tsunami, banjir, longsor, kebakaran hutan dan lahan lainnya hampir setiap hari terjadi.

“Pengetahuan masyarakat Indonesia tentang bencana memang meningkat sejak tsunami Aceh 2004. Namun pengetahuan tersebut belum menjadi sikap, perilaku dan budaya yang mengkaitkan kehidupannya dengan bencana. Itulah salah satu penyebab masih tingginya kerentanan dan rendahnya kapasitas masyarakat menghadapi bencana,” ujar Sutopo.

Untuk itu, kata dia, edukasi bencana menjadi penting. Banyak aspek yang penting seputar kebencanaan. Misalnya pengenalan tentang potensi bencana yang ada di sekitar, histori bencana yang pernah terjadi, bentuk antisipasi, meningkatkan kesadaran tanda-tanda bencana, dampak bencana bagi individu, keluarga, dan komunitas, cara penanganan dalam kondisi bencana, serta bagaimana cara menyelematkan diri dari bencana.

Bencana dapat terjadi sewaktu-waktu tanpa bisa diprediksi sebelumnya, baik itu bencana alam ataupun sosial. Melalui pendidikan bencana, tidak berarti risiko dampak bencana dapat ditekan sehingga sama sekali tidak menimbulkan dampak. Tujuan dan harapan yang ingin dicapai melalui pendidikan bencana adalah mencapai minimal risiko dampak bencana.

Para siswa dan guru SD Islam Ibnu Hajar Bogor, merasa puas dengan kunjungan ke Diorama Bencana di Graha BNPB, Jakarta. Mereka menjadi lebih paham. Diorama Bencana BNPB menjadi salah satu tempat edukasi bencana yang dapat dikunjungi pelajar, mahasiswa dan masyarakat. Meski masih terbatas tetapi memberikan pengetahuan yang menarik. Jika tidak ke Diorama Bencana BNPB kemana lagi bisa belajar penanggulangan bencana. Sebab fasilitas edukasi semacam ini masih sangat terbatas. (faz/dwi)

Berita Terkait

..
Surabaya
Minggu, 16 Juni 2024
29o
Kurs