Sabtu, 11 Mei 2024

Meneg BUMN Rini Soemarno Didesak Gelar RUPS Luar Biasa Di Telkom

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan

Arief Poyuono Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu sepakat dengan pernyataan Sri Mulyani Menteri Keuangan terkait BUMN yang menjadi “bancakan” selama ini tak terkecuali di Telkom. Sebab, menurut Arif, pola bancakan tersebut dilakukan oleh pelaku dengan banyak cara dan rapi hingga sulit dibuktikan dengan hukum tindak pidana korupsi.

Arief mencontohkan soal kasus penjualan salah satu anak perusahaan Telkom PT Simpatindo kepada PT Tiphone yang baru berdiri tahun 2008, merupakan salah satu cara bancakan BUMN yang diduga dilakukan oleh Direksi BUMN Telkom dan anak Perusahaan yang sangat halus dan sulit dijerat tindak pidana korupsi oleh para penegak hukum.

Sekadar diketahui, PT Simpatindo yang bergerak di bidang penjualan voucher isi ulang Telkomsel yang secara kinerja perusahaan memberi kontribusi besar dalam menyumbangkan keuntungan bagi Telkom serta masuk dalam kategori perusahaan yang sangat sehat.

“Namun ada kejanggalan dalam proses penjualan Simpatindo pada Tiphone. Padahal saham Tiphone yang berkode TELE tersebut sedang anjlok hingga kisaran mendekati Rp 600/saham. Hingga hampir satu tahun lebih saham Tiphone tak kunjung naik melebihi harga yang sama dengan harga Tiphone yang dibeli oleh PINS,” kata Arief dalam rilisnya, Sabtu (3/9/2016).

Akan tetapi, kata Arief, PINS Indonesia mengambil alih sebanyak 1,11 miliar (15 persen) saham Tiphone senilai Rp 876,7 miliar. Kata Arief, PINS Indonesia membeli saham Tiphone dari Boquete Group SA, Interventures Capital Ltd, PT Sinarmas Asset Management, dan Top Dollar Investment Ltd. Perjanjian jual-beli ditandatangani pada 11 September 2014.

“PINS membeli 10 persen saham Tiphone melalui penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (non-HMETD), sebanyak 638,05 juta saham baru atau setara 10 persen melalui aksi non-HMETD pada 18 September 2014. Harga pelaksanaan non-preemptive rights tersebut sebesar Rp 812,2 per saham. Dengan demikian, PINS harus mengeluarkan dana sebesar Rp 518,23 miliar untuk menyerap saham baru Tiphone, hingga total pembelian 25 persen saham,” ujar Arief.

Bila ditinjau dari sisi kapitalisasi pasar TELE per 20 Mei 2014, yang nominalnya sebesar Rp 4,5 triliun, maka pembelian 10-25 persen saham TELE akan butuh biaya Rp 450-900 miliar.

“Nah, dengan nilai investasi tersebut kemungkinan besar biaya akan dibiayai dengan kas. Soalnya, TLKM sendiri telah memberikan anggaran belanja modal tahun 2014 seperti yang dikutip dari media Bisnis.com, yakni sebesar Rp 22,3 triliun,” kata dia.

Arief mengatakan, ternyata pembelian saham Tiphone oleh PINS terbukti merugikan sebab PINS ikut menanggung beban pokok Perseroan meningkat dari Rp3,82 triliun menjadi Rp5,92 triliun.

“Dan beban usaha mengalami peningkatan dari Rp102,86 miliar menjadi Rp147,48 miliar, serta Beban keuangan mengalami peningkatan dari Rp47,69 miliar menjadi Rp84,43 miliar,” kata dia.

Total aset Perseroan pada Q1 2016 mencapai Rp6,98 triliun, turun dari total aset tahun 2015 yaitu Rp7,13 triliun, dan total utang perseroan mengalami penurunan dari Rp4,31 triliun menjadi Rp4,06 triliun. Sementara untuk Telkom dampak pembelian saham Tiphone terhadap keuangan TLKM tidak akan menghasilkan perubahan yang signifikan malah cenderung rugi besar.

Kemudian kata Arief Poyuono, kerugian Telkom makin bertambah dengan dilepaskan PT Simpatindo yang merupakan anak perusahaan Telkom yang sehat dan kinerjanya sangat bagus pada PT. Tiphone hingga 99,5 persen kepemilikan saham dengan harga 500 miliar.” Itu sangat murah, dibayarkan dengan hasil dana penjualan Saham Tiphone kepada PINS,” katanya.

Ke depan, FSP BUMN Bersatu mendesak agar Kejaksaan Agung yang sedang menyidik penjualan Simpatindo pada Tiphone yang diindikasikan adanya praktek korupsi dan merugikan negara “tidak kempes” di tengah jalan.

“Dimana ada dugaan tindak pidana korupsi atas akusisi sebanyak 99,5 persen PT Simpatindo Multi Media oleh PT Tiphone Mobil Indonesia Tbk dan telah masuk tahap pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” kata dia.

Inilah bentuk bancakan di Telkom yang sangat tidak mungkin kalau Komisaris dan Direksi Telkom tidak ikut terlibat dalam penjualan simpantindo pada Tiphone dan pembelian saham Tiphone oleh PINS.‎

” Rini Soemarno Menteri BUMN sebaiknya segera mengelar RUPS Luar biasa di Telkom dengan agenda untuk memberhentikan seluruh Direksi dan Komisaris Telkom, ” kata Arief.(faz/iss)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Sabtu, 11 Mei 2024
30o
Kurs