Minggu, 2 Juni 2024

Menolak Dianggap Sesat, Santri Taat Pribadi Tetap Amanah

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Muchamad Nizar dua dari kiri, satu diantara pengikut Taat Pribadi yang bertahan di Padepokan Kanjeng Dimas, Kamis (29/92016). Foto: Denza Perdana suarasurabaya.net

Muchamad Nizar adalah satu diantara santri Padepokan Dimas Kanjeng di Dusun Cangkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Probolinggo, yang bertahan di Padepokan. Data Polres Probolinggo, masih ada sekitar 300 santri yang bertahan di Padepokan ini.

Nizar menyayangkan Padepokan milik Taat Pribadi mulai dianggap sebagai padepokan beraliran sesat. Menurutnya, gurunya itu tidak mengajarkan hal-hal yang sesat. Nizar pun menyangkal adanya praktik penggandaan uang di padepokan itu.

“Kalau penggandaan uang itu kan sama dengan penipuan. Uang itu serinya sama. Biasanya, yang saya tahu dari teman yang sering ikut (praktik itu), uang itu tidak bertahan lama. Umurnya satu minggu atau satu bulan, lalu jadi kertas lagi,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Kamis (29/9/2016) malam.

Saat itu, Nizar bersama tujuh orang santri lain berkumpul di depan “tenda 24.” Ada sekitar 62 tenda santri, yang dibangun oleh mereka sendiri, sejak empat bulan lalu.

Berbeda dengan keterangan polisi, Nizar menyebutkan masih ada sekitar 800-an orang santri yang bertahan di dalam padepokan. “Sebelumnya, ada sampai lima ribu yang datang setiap hari,” ujarnya.

Pada saat yang sama, di sebuah gardu bambu, tepat di depan gerbang berpintu besar beberapa santri berkerumun menyaksikan tayangan langsung salah satu televisi swasta tentang Taat Pribadi.

Nizar melanjutkan, Ilmu yang dipraktikkan oleh Dimas Kanjeng Taat Pribadi bukan penggandaan uang. Kepada santrinya, Taat Pribadi menyebutnya Ilmu dari Allah.

“Yang Mulia (Taat Pribadi,red) tidak menggandakan uang, beliau menyebutnya ilmu dari Allah, atau Wali Ghani. Wali Ghani ini wali amanah dari Allah. Nah yang diamanahkan uang,” katanya.

Ilmu itu, kata dia, tidak bisa dipelajari oleh sembarang santri. Ada jenjang tertentu bagi santri tertentu, hingga akhirnya bisa mempraktikkan ilmu itu.

“Karena kata Yang Mulia (Taat Pribadi,red), guru kami, Mas Kanjeng, kalau masih ada setitik noda, tidak akan bisa nyampek. Semuanya seperti air mengalir. Beliau selalu bilang, kuatkan dulu syariatnya. Kalau syariat sudah kuat, silahkan belajar ke jenjang selanjutnya. Itu akan otomatis, karena Beliau tinggal menuntun saja kalau syariatnya sudah kuat,” ujar Nizar.

Nizar yang berasal dari Kraton, Pasuruan, menjadi santri di padepokan Dimas Kanjeng sejak awal 2007. Sudah hampir 10 tahun dia mengikuti Taat Pribadi dan mengikuti setiap ajarannya.

“Kalau santri-santri lama, seperti kami, termasuk saya, tujuannya ingin belajar dunia dan akhirat. Kalau masalah ke situ (belajar ilmu Wali Ghani), siapa yang ndak ingin punya ilmu seperti itu. Tidak munafik lah. Tapi mampu atau tidaknya kan tergantung dari perbuatan dan ikhtiar kita sendiri,” ujarnya.

Taat Pribadi memang tidak menyebut tempat yang dia kelola sebagai pesantren. Kata Nizar, Taat menyebutnya Padepokan Rahmatan Lil Alamin. Di Padepokan ini, tidak hanya umat muslim yang bisa berguru, tapi juga santri-santri beragama lain.

“Di sini, semua agama diayomi. Ada yang Kristen (Nasrani), Budha, dan Hindu. Semua santri dipersilahkan beribadah sesuai dengan agamanya masing-masing,” katanya.

Nizar mengatakan, kegiatan para santri sebelum adanya kasus pembunuhan hingga penggerebekan padepokan beberapa waktu lalu sangat banyak.

Kegiatan rutin yang mereka lakukan, umat Muslim selalu Istighosah setiap selesai salat lima waktu. Sedangkan pemeluk Kristen dan Hindu “Istighosah” sesuai keyakinan masing-masing.

Koming, salah seorang santri asal Gianyar, Bali mengatakan, para umat Hindu di padepokan itu mengamalkan Mantram Gayatri (Mantra Gayatri/doa universal di Kitab Veda), setiap pagi, siang, dan sore.

Kepada suarasurabaya.net Koming yang sudah tiga tahun menjadi santri termotivasi mengikuti padepokan ini karena visi misi Taat Pribadi yang menurutnya mengagumkan.

“Salah satu misi beliau, agar santri di sini membantu anak yatim dan fakir miskin. Tidak hanya menyejahterakan diri sendiri, tapi seluruh umat manusia,” ujarnya.

Selain kegiatan “Istighosah” ini, santri di Padepokan Dimas Kanjeng, sebelum terbongkarnya pembunuhan Abdul Gani hingga berbuntut penangkapan Taat Pribadi, juga melakukan kegiatan seperti berlatih aubade, kelas bahasa inggris, dan banyak kegiatan lainnya.

Muchamad Nizar mengatakan, para santri sebenarnya sudah menyiapkan program kesejahteraan umat.

“Kami sudah merancang program besar itu. Beberapa seperti membuat lumbung padi supaya masyarakat Indonesia tidak kekurangan pangan, untuk melaksanakan, butuh modal besar, guru kami sudah menyiapkan,” katanya.

Selain itu, program yang hendak mereka lakukan, membuat rumah sakit gratis, pesantren di setiap provinsi tanpa dipungut biaya, sekolah gratis, dan banyak rencana lainnya.

Sementara, warga di sekitar padepokan yang luas tanahnya mencapai kurang lebih 30 hektare ini mengakui, para santri padepokan tidak pernah memberikan pengaruh negatif.

Namun, salah satu warga sekitar yang tidak mau disebut namanya mengatakan, memang ada yang ganjil dari padepokan Dimas Kanjeng ini.

Sebelum terungkapnya kasus pembunuhan Abdul Gani, satu diantara Sultan Taat Pribadi, serta penggerebekan oleh polisi beberapa waktu lalu, akses ke Padepokan ditutup portal besi.

“Jalan ke sini memang khusus untuk santri,” ujar pria ini di sebuah pendapa di depan gerbang Padepokan. “Tapi santri sama warga selalu baik. Membaur. Sering juga ngasih sembako buat warga,” ujarnya.(den/dwi)

..
Surabaya
Minggu, 2 Juni 2024
33o
Kurs